Glomerulonefritis Akut pada Anak

Pada dasarnya ginjal memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekskresi dan fungsi hormonal.  Fungsi ekskresi ginjal meliputi pengeluaran zat – zat metabolit yang tidak berguna bagi tubuh, mengekskresikan kelebihan air dan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit tutbuh serta menjaga keseimbangan asam basa.  Sedangkan fungsi hormonal ginjal meliputi sekresi rennin (menjaga tekanan darah), eritropoietin (menghasilkan sel darah merah) dan juga meregulasi pengeluaran hormone ADH oleh hipofisis posterior.
Glomerulonefritis merupakan suatu keadaan terjadinya peradangan pada system parenkim ginjal (endothel dan sel mesangial), akibat peradangan ini, fungsi ginjal di atas tadi mengalami penurunan sehingga timbulah berbagai macam manifestasi klinisnya. Nah, GN itu sendiri berdasarkan etiologi (baca : etiolohi) nya dikelompokkan menjadi dua, yaitu glomerulonefritis primer dan glomerulonefritis sekunder. Dikatakan GN primer bila penyebab dari kasus GN ini berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan yang sekunder bila GN terjadi akibat adanya dampak dari penyakit sistemik lain seperti DM, SLE, myeloma, hipertensi dan amiloidosis.  Walaupun ada dua mekanisme berbeda di atas, adanya proses immunologik yang memicu kerusakan pada system ginjal masih merupakan penyebab utama terjadinya GN.
Pathogenesis
Pada pembentukan kompleks ag – ab pada reaksi imunologik GN, antigennya bisa berasal dari dua kondisi.  (1).  Circulating immune complex yang mengendap di dalam glomerulus, dan (2). Cedera oleh antibody yang bereaksi di dalam glomerulus, baik akibat ag yang berasal dari komponen membrane basal glomerulus (MBG) itu sendiri maupun adanya antigen asing yang terjebak di glomerulus. Selain dua mekanisme di atas, adanya sel T sitotoksik tertentu yang ditujukan untuk menyerang glomerulus berperan dalam pathogenesis penyakit ini.
1.       Nefritis circulating immune complex
Kondisi ini diperantarai oleh rekasi hipersensitivitas tipe III.  Ag yang berasal dari komponen non-glomerular (streptococcus, HIV, hepatitis dll) akan membentuk suatu kompleks imun insitu pada sel diluar glomerulus maupun di sirkulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen selama perjalanannya, dan saat ia tersangkut di dan mengendap pada subendothel, mesangial maupun subepithel glomerulus, kaskade tersebut tetap ada sehingga menimbulkan cedera disana walaupun dalam beberapa keadaan, bisa juga terjadi tanpa adanya kaskade komplemen ini.  Durasi cedera yang terjadi pada kasus ini bergantung pada ada/tidaknya antigen pembentuk kompleks, pada kasus seperti postinfeksi streptokokus, setelah penyebabnya hilang, maka kompleks beserta reaksi peradangan yang teradipun akan hilang juga, namun pada keadaan seperti SLE, HIV dll dimana ag nya selalu ada, rekasi peradangan ini akan terus berlangsung dan mengakibatkan terjadinya GN kronis.
2.       Nefritis in-situ immune complex
Pada kondisi dimana ag berasal dari MBG, cenderung tampak adanya suatu proses autoimun, yaitu adanya antibody yang menyerang MBG dalam pola linear yang pada keadaan normal tidak diserang, ab ini biasanya juga akan bereaksi silang terhadap komponen alveolus paru secara bersamaan dan menimbulkan suatu sindrom Goodpasture. Pada keadaan lain, ag yang diserang pada dasarnya merupakan ag asing yang terjebak di glomerulus dan biasanya ag tersebut memiliki muatan positip sehingga akan berikatan dengan komponen MBG yang muatannya negatip atau zat – zat lain yang memiliki afinitas terhadap komponen glomerular yang nantinya akan megundang pembentukan kompleks ab-ag.  Nefritis jenis ini merupakan GN tipe membranosa yang memperlihatkan endapan ab dalam pola granular.
3.       GN immune selular
Adanya sel imun yang tersensitisasi dan merupakan gambaran yang terdapat pada GN tipe progresif cepat.  Dimana kadang tidak terdapat kompleks imun ataupun kompleks imun tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi.
Patofisiologi
Pembentukan ab yang terjadi dapat memicu proses radang melalui :
1.       Pembentukan kompleks imun yang nantinya akan mengaktifkan system komplemen.  Komplemen C5a merangsang pembentukan zat kemotaktik dan agregasi neutrofil, agregasi ini menyebabkan pengeluaran protease yang mengakibatkan penguraian MBG, radikan bebas yang mengakibatkan kerusakan sel dan juga metabolit lain yang mengakibatkan penurunan GFR.  Komplemen lain C5b-C9 merangsang pengrusakan sel yang tidak bergantung neutrofil (sel inflamasi), ia secara langsung menyebabkan lepasnya sel epitel dan merangsang sel epitel dan mesangium mengeluarkan mediator kimiawi perusak, ia juga meningkatkan ekspresi reseptor TGF dan mengakibatkan penebalan MBG.
2.       Perantara sel T sitotoksik yang langsung mengakibatkan kerusakan
3.       Merangsang pengeluaran mediator – mediator lain seperti monosit, makrofag, trombosit dll.
Diagnosis
Adanya peradangan mengakibatkan kerusakan baik structural maupun fungsional pada glomerulus.  Akibatnya fungsi ekskretorik dan fungsional ginjal juga terganggu.  Gangguan fungsi ekskretorik mengakibatkan terjadinya retensi cairan dan elektrolit tubuh, sehingga kadar Na dan air di dalam vascular meningkat, peningkatan konsentrasi Na yang sangat signifikan terhadap sel mengakibatkan kerusakan pompa Na, sehingga Na masuk ke dalam sel membawa serta air, terjadilah edema selular non pitting (mudah kembali) yang generalisata (anasarka).  Kerusakan fungsi hormonal mengakibatkan penurunan ginjal menyekresikan EPO, sehingga pada kondisi kronis, pasien biasanya cendrung anemia.  Di lain pihak, gangguan kerusakan ginjal ini mengakibatkan terjadinya kongesti dan fungsi GFR menurun, ginjalpun berusaha mengeluarkan rennin dalam jumlah yang tidak terkontrol, akibatnya,lama kelamaan terjadilah hipertensi.  Pada perjalanannya, Gn sering memperlihatkan sindrom nefrotik dimana terjadi kebocoran pada glomerulus sehingga terjadi proteinuria massive dan hipoalbuminuria disertai edem pitting, namun SN akibat GN ini lama – kelamaan juga akan hilang sebab produksi protein tidak sebanding dengan protein yang dikeluarkan, walaupun kadang masih ditemukan proteinuria yang persisten namun tidak massive.  Keadaan proteinuri pada SN disertai retensi Na dan air, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal lainnya bersamaan di sebut dengan sindrom nefritik.
Suatu sumber pustaka membagi gambaran GN menjadi beberapa jenis :
1.       Sindrom nefritik
Proteinuria <1.5gr/hari, hematuria, cast RBC, hipertensi, retensi cairan diikuti peningkatan serum creatinin secara perlahan (minggu – bulan) akibat gangguan fungsi ekskresi ginjal.  Namun apabila cr ini meningkat secara cepat akibat proses radang yang berlansung secara cepat maka kondisi ini akan disebut sebagai Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN) yang kenampakan histologisnya dikenal dengan crescentric GN.
2.       Sindrom nefrotik
Proteinuria >3g/hari, hipoalbuminuria (3g/dl), edem anasarka, hiperlipidemia yang lama – lama diikuti hipertensi, hematuria mikroskopik dan azotemia.  Pertama – tama GFRnya masih normal, namun karena adanya proteinuria yang massif dan hipoalbuminuria, cairan vascular pindah ke interstisial, akibatnya sering terjadi hipovolemik dan penurunan GFR dan lama kelamaan mengarah kepada gagal ginjal terminal.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, diklasifikasikan menjadi :
1.       GN non proliferative :
a.        GN lesi minimal (GNLM) / nefrosis lupoid
Sangat erat kaitannya dengan sindrom nefrotik ringan/pada anak, dimana glomerulus menunjukkan keadaan yang normal dan perjalanan penyalit berlangsung sangat lambat disertai proteinuria sedikit yang selektif.
b.       Glomerulosklerosis fokal dan segmental (GSFS)
Berkaitan dengan sindrom nefrotik yang mulai terjadi proteinuria massif, hipertensi, hematuria dan mulai tampak adanya tanda ke arah gagal ginjal.  Adanya peradangan pada segmen – segmen tertentu di glomerulus mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran darah ke daerah tersebut, C3 mulai meningkat, namun di bagian lain, glomerulus masih tampak normal.  Ada yang mengakatan jenis ini merupakan hasil agresifitas GNLM.
c.        GN membranosa (GNMN)
Berkaitan juga dengan sindrom nefrotik.  Pada kebanyakn kasus, SN memiliki titer C3 yang normal, adanya aktivasi komplemen pada GNMN yang mengakibatkan kenampakan SN ini mengalami penurunan titer C3 oleh karena adanya endapan – endapan.  Proteinuria yang terjadipun bersifat non selektif.
2.       GN proliferatif
Intinya pada kejadian yang GN proliferatif ini, komplemen mengundang keterlibatan sel radang dan juga merusak membrane dan merangsangnya melepaskan mediator kimiawi yang akan menigkatkan reseptor TGF dan mengakibatkan penebalan membrane.
a.        GN membranoproliferatif (GNMP)
Perubahan pada membrane basal dan mesangial yang disertai proliferasi sel glomerulus
b.       GN mesangioproliferatif (GNMsP)
c.        GN kresentrik / GN progresif cepat
d.       Nefropati IgA dan IgM
Terapi
-          Kortikosteroid
Prednisone 60mg/m2/hari atau 2mg/kg/hari dibagi 3 dosis yang diminum 3x1hari selama 4 minggu, lalu d evaluasi apakah terjadi R1 (remisi total) yang ditandai dengan hilangnya edema dan proteinuri  negative selama min.3 hari dalam 1 minggu dan dilanjutkan dengan terapi lanjutan 40mg/m2/hari selama 4 minggu dengan administrasi secara intermitten (3kali seminggu) atau alternatif (selang sehari) dan dilihat lagi adanya remisi R2 (remisi parsial) dan kalau dalam 8 minggu itu pasien tidak menunjukkan penurunan gejala maka ia dikatakan resisten thd steroid.
-          Diet
Rendah protein (<2mg/kg/hari) dan rendah garam (<1mg/hari) untuk mengurangi retensi dan volum intravascular.
-          Bedrest (3-4minggu)

No comments:

Post a Comment