Akut abdomen
merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam
abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan
pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan,
peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa
primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada appendisitis atau
sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung,
perforasi dari Payer’s patch, pada
typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma.
Adapun kasus-kasus yang sering terjadi pada
akut abdomen adalah:
- Liver abscess
- Acute Cholecystitis & Acute Cholangitis
- Acute Pancreatitis
Liver
abses
Liver
abses masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
berkembang. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus liver abses di daerah perkotaan. Di
negara yang sedang berkembang abses hati amebik lebih sering didapatkan secara
endemik dibanding dengan abeses hati piogenik.
Abses
hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan
pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari
peradangan akut saluran empedu. (Robins, et al, 2002).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah
pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati adalah bentuk infeksi pada
hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis
steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal
Abses
hati dahulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak
muda, sekunder pada peradangan appendicitis, tetapi sekarang abses piogenik
sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu.
Etiologi
Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka tusuk atau luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah. Gejalanya berkurangnya nafsu makan, mual dan demam serta bisa terjadi nyeri perut. (Schoonmaker, D., 2003).
Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka tusuk atau luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah. Gejalanya berkurangnya nafsu makan, mual dan demam serta bisa terjadi nyeri perut. (Schoonmaker, D., 2003).
Pada umumnya abses hati dibagi
dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati pyogenik (AHP). AHA merupakan
komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/
subtropik, termasuk indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai
hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver,
bacterial hepatic abscess. (Aru, W. S., 2002)
Pada era pre-antibotik, AHP
terjadi akibat komplikasi appendisitis bersamaan dengan pylephlebitis. Bakteri
phatogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke
dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan
komplikasi infeksi intra abnominal seperti divertikulitis, peritonitis dan
infeksi post operasi. (Robins, et al, 2002). Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab
yang terbanyak adalah E. coli
Patofisiologi
Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000)
Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000)
1. Amuba
yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi
2.
Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3.
Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur
atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5.
Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun
sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik
Manifestasi
klinis
Keluhan awal: demam/menggigil,
nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan
malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas,
ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)
Patogenesis
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. (Aronen, H. J., 2006
Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. (Aronen, H. J., 2006
Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisikHepatomegali terdapat pada semua penderita, yang teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum. (Molander, P., 2002)
Penegakan diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisikHepatomegali terdapat pada semua penderita, yang teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum. (Molander, P., 2002)
Untuk menentukan lokasi yang pasti, dilakukan
pemeriksaan CT scan atau USG.
Pemeriksaan
laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium
yang di periksa adalah darah rutin termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit
darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar
bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulim dalam darah.
(Kanal E. P. et al, 2003)
Pemeriksaan
penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium di
dapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia,
peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim
transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu
protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan AHP. (Dalinka, M. K. et al, 2007).
a.
Foto dada
Kelainan
foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan,
berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
b. Foto
polos abdomen
Kelainan
yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus ,
hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa
air fluid level yang jelas.
c.
Ultrasonografi
Untuk
mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran
USG pada amoebiasis hati adalah :
1.
bentuk bulat atau oval
2.
tidak ada gema dinding yang berarti
3.
ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4.
bersentuhan dengan kapsul hati
5.
peninggian sonic distal
d. Tomografi computer
sensitivitas
tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di
daerah posterior dan superior.
Prognosis
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (Bloom, B. J., 2007).
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang juendice. (Edelman, R. R., 2002).
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (Bloom, B. J., 2007).
Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang juendice. (Edelman, R. R., 2002).
No comments:
Post a Comment