Pola Dasar Kematian Sel

Nekrosis


Nekrosis menunjukkan sekuens perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada jaringan hidup. Nekrosis merupakan korelasi makroskopik dan histologik pada kematian sel yang terjadi di lingkungan cedera eksogen ireversibel.

Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil 2 proses penting yang terjadi bersamaan, yaitu:
1. Digesti enzimatik sel; dan
2.  Denaturasi protein

Macam-macam nekrosis:
      
-. Nekrosis Koagulatif
      Merupakan denaturasi primer dengan terjaganya arsitektur umum jaringan, khas untuk kematian hipoksik sel dalam semua jaringan.

-. Nekrosis Liquefaktif
Khas untuk infeksi bakterial fokal atau kadang fungal, karena memberikan rangsang yang sangat kuat untuk akumulasi leukosit. Pada kematian hipoksik sel dalam SSP juga menghasilkan nekrosis liquefaktif. Nekrosis ini sepenuhnya mencerna sel mati.

-. Nekrosis Kaseosa
Merupakan bentuk tersendiri nekrosis yang paling sering ditemukan pada fokus infeksi Tuberkulosis. Istilah ‘kaseosa’ sendiri berasal dari gambaran makroskopik putih, seperti keju di aerah nekrosis sentral.

-. Nekrosis Lemak
Merupakan istilah lain yang sebenarnya tidak menunjukkan pola spesifik nekrosis. Agaknya, menjelaskan area fokal destruksi lemak, yang secara khas terjadi setelah Cedera Pankreatik; nekrosis tersebut disebabkan oleh pelepasan patologi enzim pankreatik yang teraktivasi ke dalam Parenkim yang berdekatan atau Cavum Peritoneii. Nekrosis lemak terjadi pada kegawatdaruratan abdomen yang membahayakan dan dikenal sebagai Pankreatitis Akut.

Pada pasien yang masih hidup, sebagian besar sel nekrotik dan debrisnya menghilang dengan kombinasi proses digesti enzim ekstraselular dan fagositosis oleh leukosit. Jika tidak scepatnya dieliminasi, sel nekrotik dan debris selular cenderung mengalami Kalsifikasi Distrofik.

Apoptosis


Apoptosis adalah jalur ‘bunuh diri’ sel bukan ‘pembunuhan’ sel yang terjadi pada kematian sel nekrotik. Apoptosis menyebabkan kematian sel terprogram , pada beberapa proses fisiologik penting (dan proses patologik), meliputi:
-. Kerusakan sel terprogram selama embriogenesis, seperti yang terjadi pada implntasi, organogenesis, dan terjadinya involusi.

-. Involusi fisiologik bergantung hormon, seperti involusi endometrium selama siklus menstruasi atau payudara di masa laktasi setelah penyapihan atau atrofi patologik, seperti pada prostat setelah kastrasi.

-. Delesi sel pada populasi yang berproliferasi seperti epitel kripta usus, atau kematian sel pada tumor.

-. Delesi sel T Autoreaktif di Timus, kematian dari limfosit yang kekurangan Sitokin, atau kematian sel yang diinduksi oleh sel T Sitotoksin.

-. Berbagai rangsang cedera ringan (panas, radiasi, obat kanker sitotoksik, dan lain-lain) yang menyebabkan kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki, sebaliknya memicu jalur lintas bunuh diri sel.
Tertu saja, kegagalan sel untuk mengalami apoptosis fisiologik dapat menyebabkan perkembangan aberan, proliferasi tumor yang tidak terkontrol, atau penyakit autoimun.

Mekanisme Apoptosis

Mekanisme apoptosis merupakan 4 mekanisme yang terpisah, tetapi tetap saling tumpang tindih.
  1. Signaling, apoptosis dapat dipicu dengan berbagai sinyal yang berkisar dari kejadian terprogram intrinsik (misalnya, pada perkembangan), kekurangan faktor tumbuh, interaksi ligan-reseptor spesifik, pelepasan granzim dari sel T sitotoksik, atau agen jejas tertentu (misalnya, radiasi).
  2. Kontrol dan Integrasi, yang dilengkapi oleh protein spesifik yang menghubungkan sinyal kematian asli dengan program eksekusi akhir. Terdapat dua jalur luas pada tahapan ini: (1) Transmisi langsung sinyal kematian dengan Protein Pencocok terhadap mekanisme eksekusi; dan (2) Pengaturan Permeabilitas Mitokondrial.
  3. Eksekusi, merupakan jalur akhir apoptosis yang ditandai dengan konstelasi kejadian biokimiawi khas yang dihasilkan dari sintesis dan/atau aktivasi sejumlah enzim katabolik sitosolik. Jalur ini memuncak dengan perubahan morfologik yang telah disebutkan sebelumnya. Eksekusi final jalur lintas ini memperlihatkan pola-pola pokok yang umumnya bisa diaplikasikan pada semua bentuk apoptosis:
-. Pemecahan Protein oleh satu golongan Protease yang baru dikenal, dinamakan Caspase
-. Ikatan Silang Protein yang Luas melalui Aktivasi Transglutaminase mengubah protein sitoplasmk mudah larut dan terutama protein sitoskeletal menjadi sleubung memadat berikatan secara kovalen yang dapat berfragmentasi menjadi badan-badan apoptotik.
-. Pemecahan DNA

  1. Pengangkatan Sel Mati, sel apoptotik dan fragmennya memiliki molekul penanda pada permukaannya, yang mempermudah pengambilan dan pembuangan oleh sel yang berdekatan atau Fagosit. Keadaan tersebut terjadi dengan membalikkan Fosfatidilserin dari permukaan sitoplasmik interna dari sel apoptotik ke permukaan ekstrasel. Proses ini sangat efisien sehingga sel mati menghilang tanpa meninggalkan bekas, dan inflamasi benar-benar tidak ada.

Penuaan sel


            Perubahan morfologik pada sel yang menua meliputi Ketidakteraturan Inti, Mitokondria Bervakuola Pleomorfik, Pengurangan Retikulum Endoplasma, dan Penyimpangan Aparatus Golgi. Secara bersamaan, terdapat Akumulasi Tetap Pigmen Lipofuscin, Protein Terlipat Abnormal, dan Produk Akhir Glikolisis Lanjut yang mampu berikatan silang dengan protein yang berdekatan.

            Teori penuaan sel intristik berpegang bahwa proses penuaan sel terjadi karena pemprograman genetik yang telah ditetapkan, yang menyebabkan sel memiliki limit dalam pembelahannya. Bagaimana sel mengenal junlah pembelahan yang telah dialami. Dua mekanisme yang diusulkan adalah:
  1. Replikasi inkomplet ujung-ujung kromosom (pemendekan telomer). Oleh karena mekanisme replikasi DNA, setiap pembelahan sel normal menghasilkan kopi tiap kromosom dengan agak sedikit terpotong.
Namun demikian, pada Sel Germ dan Sel Stem (tetapi biasanya bukan di sel somatik), yang memerlukan siklus replikasi yang tidak menentu, panjang telomer diperbaiki setelah pembelahan tiap sel oleh enzim khusus yang disebut Telomerase. Hal yang menarik adalah telomerase juga diaktivasi pada sel kanker imortal, mengesankan bahwa pengawetan panjang telomer kemungkinan merupakan langkah kritis dalam tumorigenesis.

  1. Jam Gen. Gen memiliki sistem kontrol waktu pertumbuhan terhadap tubuh.
Sebagai tambahan untuk jam genetik intrinsik, teori terkini berpegang bahwa rentang masa hidup sel juga diatur oleh keseimbangan cedera yang sedang berlangsung dan kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan.
Konsisten dengan teori penuaan adalah hasil pengamatan sebagai berikut :
-. Panjang umur di antara spesies berbeda berbanding terbalik dengan kecepatan pembentukan Radikal Superoksid Mitokondria.
-. Ekspresi berlebih Enzim Dismutase Superoksid Antioksidatif dan Katalase memperlama masa hidup pada penelitian model penuaan.
-. Pembatasan asupan kalori menurunkan derajat status (kondisi) mantap terhadap kerusakan oksidatif, memperlambat perubahan yang berhubungan dengan usia, dan memperlama masa hidup maksimal mamalia.

            Sebagai ringkasan, mekanisme penuaan sel melibatkan kejadian terprogram, dan konsekuensinya cedera lingkungan yang progresif. Penuaan terprogram, menanggung urutan kejadian yang ditetapkan sebelumnya, termasuk represi dan depresi program genetik spesifik, yang akhirnya berakibat pada proses penuaan.

Anda sedang membaca artikel tentang Pola Dasar Kematian Sel dan anda bisa menemukan artikel Pola Dasar Kematian Sel ini dengan url http://mantankoas.blogspot.com/2016/04/pola-dasar-kematian-sel.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pola Dasar Kematian Sel ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pola Dasar Kematian Sel sebagai sumbernya.

No comments:

Post a Comment