Hepatitis adalah
suatu keadaan peradangan jaringan hati, yang dapat disebabkan oleh infeksi atau
non infeksi. Salah satu gejala yang dapat terlihat pada pasien hepatitis adalah
kulit dan sklera mata menjadi berwarna kuning (ikterus). Ikterus ialah suatu
keadaan di mana plasma, kulit, dan
selaput
lendir menjadi kuning yang diakibatkan pewarnaan berlebihan oleh pigmen empedu (bilirubin).
Ikterus epidemic pertama dilaporkan oleh Hippocrates. Dalam Perang Dunia ke-2
telah dilaporkan berbagai epidemi ikterus, terutama yang terjadi di Timur
Tengah dan Italia. Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama virus
hepatitis A, B, C, D, dan E. Virus tersebut dapat menyebabkan keadaan hepatitis
akut dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala
yang paling berat, bahkan kematian. Hepatitis A dan E tidak menyebabkan
kronisitas, sebaliknya hepatitis B, C, D dapat menimbulkan keadaan infeksi yang
menetap yang akan menjadi hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hati.
Hepatitis Tipe A
Hepatitis
A merupakan penyakit yang terutama menyerang anak dan dewasa muda. Penularan
hepatitis A terjadi secara fekal oral, yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar
oleh virus hepatitis A, umumnya penularan dari orang ke orang. Namun transmisi
parenteral juga mungkin. Masa inkubasi hepatitis A akut bervariasi antara 14
hari sampai 49 hari, dengan rata-rata 30 hari.
Hepatitis Tipe B
Virus
ini biasanya ditularkan secara parenteral melalui luka pada kulit atau membran
mukosa, baik melalui transfusi darah atau komponen darah atau melalui jarum yang
terkontaminasi. Transmisi seksual terjadi melalui kontak seksual dengan
individu yang mengandung HBsAg positif yang bersifat infeksius, baik
heteroseksual maupun homoseksual. Prevalensi hepatitis B yang tinggi terjadi
pada bayi yang ibunya mempunyai HBsAg pada serum. Masa inkubasinya berkisar
antara 30-180 hari.
Infeksi
klinis maupun subklinis dapat menyebabkan infeksi kronik. Kemungkinan karier
HBsAg menjadi hepatitis kronik dapat terjadi pada 10-30% kasus. Pada pasien
dengan HIV lebih mungkin menjadi infeksi kronik. Dari kasus hepatitis B kronis
dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular.
Hepatitis C
Penularan
HCV lebih banyak dari produk darah baik dari transfusi, jarum suntik, tato,
maupun produk darah lainnya. Faktor risiko terbanyak di Indonesia adalah
transfusi. Sementara prevalensi pada penyalahgunaan obat intravena di Jakarta
mencapai angka 70%. Penularan secara kontak erat dengan penggunaan bersama alat
cukur atau sikat gigi dalam keluarga diduga sebagai salah satu cara penularan.
Kontak seksual dengan banyak pasangan heteroseksual atau dengan penderita
hepatitis berakibat terjangkitnya penyakit ini. Penularan dari ibu ke bayi
terjadi
melalui
transmisi vertikal/perinatal, dengan risiko tertinggi transmisi jika ibu
mengalami koinfeksi dengan HIV.
Masa
inkubasinya berkisar antara 2-26 minggu dengan rata-rata 8 minggu. Sekitar
50-85% kasus hepatitis C akan berkembang menjadi hepatitis kronik. Dari jumlah
tersebut, 29-76% akan berlanjut menjadi hepatitis kronik aktif atau sirosis.
Dengan demikian, hepatitis C merupakan penyebab utama hepatitis kronik dan
sirosis. Infeksi kronik juga berkaitan erat dengan timbulnya karsinoma
hepatoselular.
Hepatitis D
Hepatitis
D memerlukan keberadaan infeksi HBV untuk replikasi dan transmisi. Infeksi
virus hepatitis D dapat terjadi baik dalam bentuk superinfeksi dari pengidap
kronik virus hepatitis B atau simultan dengan infeksi virus hepatitis B (koinfeksi).
Di Asia sekitar 10% pasien hepatitis B mengalami koinfeksi dengan HDV.2 Masa
inkubasi diduga saling silang dengan virus hepatitis B. Cara penularan rupanya
sama dengan virus hepatitis B kecuali transmisi vertikal. Transmisi seksual merupakan
salah satu cara penularan yang berperan.
Hepatitis E
Hepatitis
E adalah suatu tipe epidemik non A non B yang penularannya secara enterik
melalui air. Gambaran klinik hepatitis E tidak berbeda dengan hepatitis
lainnya. Masa inkubasinya berkisar antara 22 sampai 60 hari. Hepatitis E biasanya
sembuh sendiri dan bersifat sedang hingga parah dengan tanpa adanya gejala sisa
jangka panjang atau penyakit hati kronik.
Gambaran Klinik
Serangan
yang teringan tidak menunjukkan gejala. Di lain pihak, walaupun pasien
nonikterik, tetapi menunjukkan gejala-gejala gastrointestinal dan mirip
influenza. Serangan ikterus biasanya pada orang dewasa dimulai dengan suatu
masa prodromal kurang lebih 3-4 hari sampai 2-3 minggu.
Gejala
prodromal adalah seperti yang terdapat pada tiap infeksi virus termasuk
malaise, pusing, demam, letih, lesu dan lain-lain. Gejala yang khas adalah
anoreksia, mual, muntah, nyeri pada
perut kanan atas
yang kadang-kadang dapat hebat.
Fase
ikterik pada hepatitis sering diawali dengan hilangnya warna pada tinja karena
penurunan sekresi pigmen empedu dan urin yang gelap karena bilirubinuria.
Sesudah timbul keadaan ikterik, gejala-gejala klinis dan demam sering menghilang
dengan cepat. Pada pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan ikterus dan pembesaran
hati yang nyeri dan splenomegali pada 25% kasus.
Stadium
konvalesen biasanya mulai 7-10 hari dari awal ikterik, tinja berwarna lagi dan
ikterik berangsur-angsur hilang. Penyakit biasanya berlangsung 2-6 minggu pada
orang dewasa sekalipun penyembuhan sempurna yang diketahui dari pemeriksaan
klinik, biokimia, dan histologik dapat sampai 6 bulan. Apabila perjalanan
penyakitnya berlangsung lebih dari 6 bulan, hal ini dinamakan hepatitis kronik.
Diagnosis
Diagnosis
hepatitis A akut
ditegakkan
dengan menemukan antibodi IgM antiHAV dalam darah.
Diagnosis
hepatitis B akut
ditegakkan
dengan pemeriksaan IgM antiHBc maupun HBsAg. Pada infeksi kronik HBsAg dan
total antiHBc terdeteksi persisten.
Diagnosis
hepatitis C akut
ditegakkan
dengan pemeriksaan antiHCV.
Terapi
Tidak ada
tindakan yang spesifik terhadap hepatitis virus akut. Hepatitis akut termasuk
hepatitis A dapat sembuh secara alamiah sehingga tidak memerlukan pengobatan
khusus.
Walaupun
pada saat ini telah ditemukan vaksin untuk hepatitis B yang efektif namun
sejumlah besar pasien telah terinfeksi secara kronik dan menderita berbagai
komplikasi yang menyertai. Demikian halnya hepatitis C kronik sering terjadi.
Oleh karena itu, pada kasus infeksi hepatitis B kronik dan hepatitis C kronik,
khususnya dapat dipertimbangkan pengobatan yang ditujukan untuk mengurangi
inflamasi, fibrosis dan progresi menjadi sirosis atau untuk mencegah komplikasi
sirosis.
Pendekatan
penatalaksanaan hepatitis B kronik meliputi penggunaan obat untuk mencegah
proses replikasi virus (antivirus), penggunaan obat yang dapat memodulasi
keadaan sistem imun (imunomodulasi), dan biological response modifiers.
Pencegahan
Vaksin untuk
hepatitis B dan hepatitis A telah dikembangkan. Namun demikian, pencegahan hepatitis
virus sebagian besar masih terletak pada sanitasi dan higiene yang baik,
terutama pada tingkat perseorangan, upaya skrining yang adekuat terhadap donor
darah dan pemeriksaan komponen darah sebelum dipergunakan. Program skrining
donor darah secara ekstensif dianggap efektif untuk Hepatitis C. Upaya pencegahan
terhadap hepatitis B secara tidak langsung juga mencegah hepatitis D
No comments:
Post a Comment