Showing posts with label Interna. Show all posts
Showing posts with label Interna. Show all posts

Patologi Pada Sistem Organ Endokrin

System endokrin secara umum mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada kecepatan. System endocrine adanya yang central dan perifer. Sentral diperankan oleh hipotalamus dan hipofisis, sedangkan yang perifer antara lain tiroid, paratiroid, adrenal, dan kerabat serta saudara yang lain (selain hipotalamus dan hipofisis).
KELENJAR TIROID. Terdiri dari dua lobus berbentuk seperti dasi kyupu-kyupu, berada di atas trakea dan di bawah laring. Sel fungsional yang berfungsi sekretoriknya berbentuk gelembung-gelembung dinamakan sel folikel.
Dari diagram di atas, dapat dimengerti bahwa kelainan pada hormone tiroid dapat dideteksi dengan pemeriksaan TSH (tiroid stimulating hormone). Pemeriksaan TRH tidak dilakukan karena di Indonesia masih belum memungkinkan. Tetapi dengan pemeriksaan TSH pada hipotiroid atau hipertiroid sudah dapat diketahui kelainan ini terjadi di tingkat sentral atau perifer.
-          Pada kasus hipotiroid, apabila TSH meningkat, maka kelainan berada di perifer, dan apabila TSH turun, maka kelainan terjadi di sentral.
-          Pada kasus hipertiroid, apabila TSH meningkat, maka kelainan dapat berada di sentral atau terjadi kegagalan inhibisi ke sentral, dan apabila TSH turun, maka kelainan terjadi di perifer.
Catatan: sentral mengecu pada hipotalamus dan hipofisis sedangkan perifer mengacu pada kelenjar thyroid. Akibat hipotiroid atau hipertiroid dapat dilihat di slide (dinalar juga bisa, intinya hiper meningkatkan metabolism, dan hipo menurunkan metabolism). Kasus yang sering terjadi pada tiroid hormone adalah Grave’s disease, yaitu 70% kasus hipertiroid.memiliki manifestasi klinis :
-          Opthalmopathy
-          Dermopathy
-          Acropachy / clubbing finger
Pada Graves disease, terjadi kurangnya hambatan terhadap sel T supresor yang menyebabkan sel t helper banyak bermultiplikasi. Akibatnya sel B menghasilkan antibody reseptor TSH. Antibody ini akan berikatan di reseptor TSH dan menstimulasi produksi T3 dan T4. Peningkatan T3 dan T4 akan menginhibisi produksi TSH, namun tidak dapat menginhibisi Antibodi sehingga stimulasi produksi T3 T4 terus ada. Antibody ini juga akan meningkatkan kadar glikosaminoglikan di belakang mata yang dapat menyebabkan kondisi klinis opthalmopathy.

PARATHYROID. Berupa empat massa jaringan epithelial yang melekat di kapsul jaringan ikat belakang glandula thyroid. Perjalanan n pengturan kalsium dapat dilihat:
                Kerja paratiroid via PTH (parathyroid hormone), adalah untuk menjaga kadar kalsium dalam darah. Apabila kadar kalsium dalam darah berada di bawah set point, PTH akan dihasilkan untuk meningkatkan kadarnya. Kerja PTH berlawanan dengan Kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kerja PTH secara melalui ginjal, tulang, dan usus secara simple dapat dijelaskan melalui gambar :
ADRENAL. Terletak di atas ginjal, menghasilkan mineralokort, glukokort, dan androgen di daerah korteks, dan  katekolamin di daerah medulla. Focus pada glucokorticoid, pada saat stress, hipotalamus akan memacu COrtisol releasing hormone yang menyebabkan hipofisis menghasilkan ACTH yang memicu korteks adrenal menghasilkan kortisol yang berefek:

Terlihat bahwa apabila kadar glukokortikoid tinggi, maka terdapat efek supresi system imun yang akan menyebabkan kerentanan terhadap penyakit, dan peningkatan kadar glukokortikoid itu dipicu oleh stress. Kasus Cushing synd sering ditemukan, disebabkan karena terjadi ekses glukokortikoid, bisa karena tumor, seringnya karena konsumsi steroid berlebih.. pasien ini ditandai dengan moon face, central obesity, buffalo neck, dan terdapat stria2 abdominal berwarna ungu.
Peran aldosteron (mineralokortikoid) dapat dijelaskan dengan gambar. Aldosteron berada di jalur  Renin-Angiotensin-Aldosteron yang bekerja untuk meretensi H2O agar volume intravascular tetap terjaga lewat signal penurunan perfusi renal. Aldosteron akan mengakibatkan reabsorbsi Na oleh tubulus ginjal, dan karena Cl pasangan serasi yang selalu nempel dengan Na, maka Cl juga terabsorbsi secara pasif. Kadar Na dan Cl yang ada ini akan menahan H2O secara osmotis di CES. Aldosteron tidak hanya bekerja setelah mendapat respon peningkatan angiotensin 2, tetapi juga melalui peningkatan kalium plasma secara langsung. Peran, dijelaskan dengan gambar.







PANKREAS. Selain sebagai organ eksokrin yang menghasilkan basa encer dan enzim-enzim pencernaan, pancreas juga menghasilkan kelenjar endokrin yang terdiri dari Insulin yang dihasilkan oleh sel beta, glucagon oleh sel alpha, somatostatin oleh sel delta, dan polipeptida pancreas oleh sel PP. Insulin secara cepat dihasilkan dari sel beta pancreas ketika ada peningkatan glukosa di aliran darah. Insulin lalu berjalan bersama glukosa menuju target sel seperti di hati, otot, dimana insulin akan membantu memasukan glukosa ke dalam sel. Pada diabetes tipe 2 atau yang dikenal sebagai non insulin dependent diabetic, kerja insulin tidak optimal yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Dasar dari defek diabetes tipe 2 adalah adanya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pancreas. Resistensi insulin terjadi ketika terjadi defek pada signal transduksi atau pada Glut-4 itu sendiri. Padahal fungsi glut-4 itu sendiri adalah sebagai transporter untuk memasukan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa tetap banyak berada di vasa. Peningkatan berlebih kadar glukosa juga merespon pancreas untuk menghasilkan insulin lebih banyak lagi. Oversekresi ini dapat menimbulkan disfungsi sel beta pancreas. Lipotoksisitas dan glukotoksisitas akibat hiperglikemik kronik juga dapat menyebabkan disfungsi sel beta.

ADIPOSA. Adipose bukan hanya sebagai penyimpan energy tetapi juga sebagai endokrin. Yang dibahas kali ini adalh adiponektin. Adiponektin diketahui dapat mengaktivasi AMPK dan PPARα yang hasilnya dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan sensitivitas insulin baik di hati maupun di otot rangka. Adiponektin juga dapat menurunkan reaksi inflamasi di vasa. Efek penurunan adiponektin dapat dilihat di gambar

Farmakodinamik Obat Pada Dispepsia Kronis

Dispepsia adalah sekumpulan gejala dari upper gastrointestinal, sensasi tidak nyaman di perut bagian atas. Biasanya ditadai dengan epigastric pain dan mual yang berlangsung kronik. Pada dyspepsia fungsional tidak ditemukan kelainan organic.
Dyspepsia fungsional menurut criteria roma III :
1.       Paling sedikit dalam waktu 3 bulan pada 6 bulan terakhir terdapat 1 atau lebih gejala ini :
·         Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
·         Cepat kenyang
·         Nyeri epigastrik
·         Rasa terbakar di ulu hati
2.       Tidak ada penyakit yang mendasari (berdasar hasil endoskopi gastrointestinal bagian atas)
Dispepsia ini disebabkan karena hipersensitivitas gaster, threshold terhadap rasa nyeri menurun, sehingga mudah teriritasi asam lambung. Pada negara maju seperti Amerika, kondisi ini lebih banyak disebabkan karena gangguan psikis (depresi, anxiety, dan somatisasi), sedangkan di negara berkembang seperti  Indonesia banyak disebabkan karena makanan, seperti rasa pedas, masam, dan pengaruh minuman bersoda. Penyakit ini tergolong ringan (tidak menyebabkan kematian, namun cukup mengganggu quality of life).
Therapy:
ü  Psikoterapi : akan sangat efektif jika kausanya adalah gangguan psikis
ü  Hypnotherapy, konon katanya sama efektifnya dengan ranitidine atau simetidine, berarti klo pengobatan dengan jalan ini efektif kita tidak perlu lagi mengkonsumsi obat-obatan
ü  Terapi farmakologis
Pada prinsipnya adalah menurunkan factor agresif (asam lambung & pepsin) dan meningkatkkan factor protektif (mucus & ion bikarbonat).
Sekedar review ne untuk mekanisme pemebentukan asam lambung dapat melalui 3 jalur:
-          Aktivasi sel gastrin yang dirangsang oleh keberadaan makanan di lambung à aktivasi ECL cell à sekresi histamine à diterima H2 receptor di sel parietal à aktivasi pompa proton (H+) ke lumen gaster à berikatan dengan CI- à HCI
-          Aktivasi saraf simpatis (N.vagus) à melalui aktivitas acetilkolin dan receptor muskarinik menstimulasi sel mast (ECL cell / Enterochromafin Like cell) untuk mengeluarkan histamine yang nantinya beikatan dengan H2 receptor di sel parietal sel parietal lambung
-          Jalur histamine yang dikeluarhan oleh sel ECL, dan seterusnya.
Nah, obat-obatan yang digunakan berarti mengintervensi dari jalur2 tersebut, obat yang biasa digunakan adalah:
1.       SSRI (Serotonin reuptake Inhibitors), bekerja dengan cara menghambat degradasi Serotonin. Obat ini banyak digunakan luar negeri, karena kebanyakan dyspepsia-nya disebabkan factor psikis. Sedangkan di Indonesia jarang sekali digunakan.
2.       Antasid
merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air.
Ø  Al(OH)3 (Aluminum hydroxide)
-          Beraksi dengan meningkatkan pH asam lambung hingga 4
-          Mengabsorbsi pepsin
-          Termasuk antacid yang nonabsorable (tidak diserap mukosa gaster, sehingga tidak berefek sistemik)
-          Side effect: konstipasi, hipophaspatemia
Ø  Mg(OH)2 (Magnesium hydroxide)
-          Termasuk nonabsorable, sehingga tidak menimbulkan alkalosis
-          Side effect: diare, hipermagnesemia (pada pasien dengan renal insufisiensi)
Ø  NaHCO3 (Sodium bicarbonate)
-          Menigkatkan pH hingga sekitar7,4
-          Side effect: sistemik alkalosis, retensi cairan pada pasien dengan hipertensi, gagal jantung, dan renal insufisiensi.
-          Besifat absorbable, berfek sistemik dan menyebabkan alkalosis, sehingga tidak boleh digunakan jangka panjang dan dosis yang tinggi.
3.       Proton Pump Inhibitors (PPI)
Sebenernya ini obat yang paling efektif, karena bisa mengurangi sekresi HCL baik ketika makan atau puasa, tapi harganya relative mahal.
Contoh PPI adalah:
-          Omeprazole                                                                            - Lansoprazole
-          Rabeprazole                                                                            - Pantoprazole
4.       H2 antagonis
Ø  Ranitidine
Saat ini banyak digunakan, karena cukup efektif, sedikit efek samping, dan interaksi dengan obat lain sedikit. Lebih potent dibandingkan simetidine. Hati-hati paenggunaan pada anak2. Tersedia dalam bentuk oral, im, iv
Ø  Cimetidine
Ø  Famotidine
Ø  Nizatidine
5.       Antimuskarinic agent à pirenzepin, telenzepin
6.       Protektif mukosa GIT:
Ø  Sucralfat
-          Merupakan kompleks alumunium hidroksida dan sulfat sucrose. Merupakan pelindung terhadap HCL, asam empedu dan pepsin.
-          Bekerja dengan menstimulasi sekresi prostaglandin endogen, untuk melapisi ulkus, diberikan saat lambung kosong (1 jam sebelum makan)
-          Efek samping lebih sedikit, karena absorbs sistemiknya rendah.
Ø  Bismuth
-          Inhibisi akivitas pepsin, menstimulasi produksi mucus dan prostaglandin.
-          Memiliki aktivitas antimicrobial terhadap H.pylori sehingga cocok digunakan pada dyspepsia organic yang diakibatkan karena bakteri tersebut.
Ø  Carbenoxolone
-          Mekanisme aksinya masih belum jelas, namun diperkirakan meningkatkan produksi, sekresi, dan viskositas mucus yang akan melindungi mukosa gaster.
-          Side effect: hipertensi, hipokalemia, dan retensi urin
Ø  Misoprostol
-          Merupakan replacement terhadap prostaglandin endogen, menghambat produksi asam
-          Menigkatkan aliran darah ke mukosa dan meningkatkan sekresi mucus dan bikarbonat
-          Mencegah ulkus yang dipicu penggunaan NSAID
-          Side effect: diare
7.       Meningkatkan motilitas GIT:
Ø  Laxative-Purgative : mempercepat lewatnya makanan melalui intestinal
-          Bulk à menahan air (retensi) di GIT dan memicu peristaltic
-          Osmotic Laxative àmeningkatkan volume cairan dengan osmosis
-          Fecal softeners à dapat diberikan perektal untuk melumasi fecal 
-          Stimulant purgative à meningkatkan sekresi air dan elektrolit  serta peristaltic.
Ø  Dopamine D2 receptor antagonists à Domperidon dan  metoclopramide
Bekerja dengan menghambat aktivitas kolinergik otot polos di GIT, sehingga meningkatkan peristaltic esophagus dan mempercepat gastric emptying. Banyak dipakai untuk antiemesis atau antinausea.

Chronic Abdominal Pain (CAP)

Chronic Abdominal Pain (CAP)ànyeri abdominal kronis yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan secara terus menerus maupun terputus-putus. CAP ada 2 macam:
1. Functional Abdominal Pain Syndrome (FAPS)
2. Physiologic Chronic Abdominal Pain

1.) FAPS/FGID; Kriteria diagnostic FGID menggunakan Rome III : gejala sudah terjadi sejak 6 bulan dan harus memenuhi criteria (yang ada di dalam Rome III) selama 3 bulan . FGID terdiri dari Functional Dyspepsia, irritable bowel syndrome(IBS), dan kelainan kandung empedu  fungsional.
Patofisiologi:
Patofisiologi FGID belum diketahui secara pasti. Yang jelas, FGID berkaitan dengan beberapa factor dari dalam diri maupun lingkungan seperti depresi, kecemasan, factor genetic, riwayat pengobatan, dan lain-lain. Dengan kata lain, FGID disebabkan oleh integrasi factor biologis dan factor lingkungan
Terapi:
-          Medikasi anti depresan melalui mekanisme aksi sentral memodulasi proses nyeri viseral →efektif pada nyeri dada non kardiak, hipersensitivitas esofagus dan IBS (Irritable bowel Syndrome).
-          Pengobatan yang berefek pada reseptor serotonin (ex: Tegaserod)  dapat memperbaiki gejala  fisiologi normal pada pasien dengan GERD, dispepsia fungsional, IBS dan konstipasi fungsional.
-          Terapi antidepresan dapat berefek langsung pada usus dan mengurangi somatisasi. Antidepresan trisiklik mampu mengubah persepsi nyeri pasien.
-          Lubiprostone (Cl- Channel Opener) mengaktifkan saluran   klorida spesifik   (CLC2) lapisan sel di usus → meningkatkan  gerakan cairan intraluminal dan konsistensi feses.
-          Agonis dan antagonis Opioid efektif dalam meningkatkan fungsi motor terkoordinasi dan terapi ileus paska pembedahan,(ex:. Alvimopan).
-          Corticotropin releasing factor/ hormone (CRF) merupakan mediator penting respon stres pada Brain-Gut Axis→ agonis reseptor CRF1 dapat mengurangi perubahan perilaku seperti kecemasan dan perubahan yang berkaitan dengan stress pada fungsi usus
-          Perubahan mikroflora intestinal menyebabkan  gejala FGID, termasuk IBS dan dispepsia. Probiotik Bifidobacterium infantis meredakan gejala IBS. Probiotik juga membantu mengatasi rasa penuh pada IBS predominan diare
-          Antidepresan trisiklik (TCA) lebih baik digunakan untuk terapi IBS dan sindrom nyeri visceral dibandingkan dengan anti depresan  serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI)

2.) Physiologic Chronic Abdominal Pain; Kelainan fisiologik, struktural dan biokimiawi meliputi demam, anoreksia, penurunan berat badan,  nyeri, darah pada feses atau urin, penyakit kuning, edema, organomegali atau massa abdominal. Merupakan sinyal alarm dari beberapa keadaan seperti kankaer, dyspepsia, ulkus peptikum, pengunaan NSAID jangka lama, Perdarahan GI, Anemia, disfagia berat, dan massa abdominal
Management

Pasien dianjurkan untuk rawat inap. Gejala red flag meliputi nyeri yang menjalar ke punggung, hematemesis, disfagia, hematochezia atau melena, penurunan berat badan, demam, atau anemia. Pada pasien yang cepat kenyang, dianjurkan makan makanan sedikit-sedikit tetapi sering. Untuk mengetahui apakah ada penyakit organic, dapat dilakukan screening dengan Magnetic resonance cholangiopancreatography (MECP), endoskop retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau pengukuran C-reaktif protein, urinalisis, dan kultur urin

Gaya Hidup Sehat (Aspek Imunologis)

Setiap orang tentu ingin hidup dengan pola yang sehat, namun kadang-kadang hal itu sulit terlaksana karena berbagai situasi yang kurang memungkinkan. Nah dengan melakukan gaya hidup sehat banyak manfaat yang dapat diperoleh, juga sebaliknya dengan melakukan gaya hidup yang tidak sehat diantaranya akan terjadi obesitas yang akan menyebabkan resistensi insulin,,penasaran kan?mari kita simak.. J
                Pada tahun 2007 telah dilakukan skrining obesitas di Sekolah Menengah Pertama Yogyakarta, dan hasilnya adalah dari 2121 siswi terdapat 137 yang obesitas ( 6,4% ), dan ada 79 orang yang bersedia mengikuti penelitian selanjutnya. Setelah itu dilakukan pengukuran untuk kadar insulin dengan menggunakan HOMA (Homeostasis Model Assessment ),dan alhasil didapatkan 44 orang dari 79 siswi yang obesitas yang mengalami penurunan respon jaringan perifer terhadap aksi insulin.
Sekarang apa hubungannya obesitas dengan resistensi insulin à DM type II ?? DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.
                Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi. Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose.
Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan lingkungan. Orang yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obese, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obese. Bila salah satu orang tua obese, menjadi 40% dan bila orang tuanya tidak obese prevalensi obese untuk anak turun menjadi 14%.
                Sampai saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab obesitas pada manusia : leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan Dunnigan partial lypo-dystrophy. Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid), sosial ekonomi.
                Ada 2 tipe jaringan lemak yaitu jaringan lemak putih dan jaringan lemak coklat. Jaringan lemak putih berisi tetes lemak yang banyak sehingga penampakan terlihat nucleus terdesak ke tepi. Menyimpan terutama trigliserid dan kolesterol ester. Jaringan lemak coklat berbentuk poligonal. Nucleus meskipun terletak tidak ditengah tetapi tidak juga di tepi. Sel berwarna coklat, karena kandungan mitokondrianya. Disebut juga lemak bayi untuk menyimpan panas (Fawcett, 2002).
                Sel lemak adalah tempat cadangan energi tubuh kita yang cukup besar. Cadangan energy yang disimpan tidak hanya berasal dari lemak tetapi juga dari karbohidrat. Asam lemak dilepaskan dari lipoprotein oleh lipoprotein lipase, masuk ke sel lemak dan diubah menjadi trigliserid. Pada manusia lipolisis di kontrol oleh reseptor beta adrenergik dan alfa 2 adrenergik untuk reseptor anti lipolisis. Lemak dikeluarkan dari penyimpanan jika dibutuhkan. Sel lemak mempunyai peran penting dalam mempertahankan kadar trigliserid dan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Jumlah sel lemak dipengaruhi oleh jumlah masukan makanan, peningkatan jumlah kortisol, penurunan somatotropin, dan penurunan aktifitas fisik. Beberapa hormon mempengaruhi sel lemak.
                Sekresi insulin mempercepat pemasukan glukosa ke konversinya menjadi trigliseid, sekresi epinefrin meningkatkan lipolisis sehingga dilepaskan asam lemak, adrenokortikoid jika berlebihan berakibat hipertrofi adiposit atau sel lemak, begitu juga estrogen. Jaringan lemak juga merupakan organ endokrin penting karena memproduksi beberapa hormon atau protein yang dikenal sebagai adipokin antara lain: adiponektin, adipsin, leptin, angiotensinogen, PAI-1, resistin, TGF beta, TNF alfa dan interleukin-6.
                Nah sekarang kita belajar tentang adiponectin yaa..
                Adiponektin yang dihasilkan oleh sel lemak merangsang aktivasi AMPactivated protein kinase (AMPK). AMPK ini telah dikenal menstimulasi peningkatan produksi energi dengan meningkatkan transport glukosa, meningkatkan oksidasi asam lemak, meningkatkan ATP/AMP, meningkatkan aksi insulin, produksi glukosa hepar menurun, sehingga menyebabkan hipoglikemia. Sebaliknya adiponektin menghambat sintesis lemak. Penelitian pada tikus dengan diet lemak yang diberi adiponektin terdapat penurunan kadar glukosa plasma, menurunnya resistensi insulin, peningkatan toleransi glukosa, penurunan trigliserid dan penurunan berat badan. Penelitian tentang adiponektin adalah bahwa adiponektin mengalami penurunan dalam sirkulasi pada orang-orang dengan obesitas dan DM tipe 2. Penurunan adiponektin juga telah diteliti berkaitan dengan profil lemak atau hiperlipidemia, resistensi insulin meningkat, dan berhubungan dengan penyakit jantung koroner.
                Adiponektin dapat meningkat kadarnya pada penderita DM yang diberi agonis peroxisme prolifertion activated reseptor-gamma (ppar-gamma) yaitu Thiazolidinedione sehingga terjadi penurunan resistensi insulin. Adiponektin dapat menjadi marker seseorang mempunyai resiko tinggi terhadap kejadian Toleransi Glukosa Terganggu, yang beresiko terhadap berbagai penyakit.
                Adiponektin mempunyai peran sebagai Anti atherogenik dan penghambatan proliferasi sel otot polos pembuluh darah pada tunika intima. Hal ini terjadi karena adiponektin dapat mengikat kolagen subendotel seperti kolagen tipe V,III,X, pada saat jejas endotel. Adiponektin mencegah keluarnya sitokin seperti TNF-a, menghambat adhesi molekul seperti monosit, intracellular adhesion molecule-1(ICAM-1), Vacsular cellular adhesion molecule-1(VCAM-1), and E-selectin, serta menghambat reseptor scaverger class A (SR-A), menghambat LDL masuk ke intima, menghambat pembentukan sel busa, menghambat proliferasi dan migrasi sel otot polos dengan kompetisi terhadap reseptor growth factor.
Sekarang mari kita belajar tentang si leptin J
                Sel lemak memproduksi leptin hal ini dijelaskan dari penelitian pada tikus yang dilakukan lipodistrofi, kadar leptinnya berkurang. Kadar leptin yang kurang mengakibatkan tikus hiperfagi atau keinginan makan lebih, sementara penggunaan energi kurang. Akibatnya terjadi hiperlipidemia, obesitas, dan resistensi insulin. Begitu juga pada defek reseptor leptin. Sebaliknya apabila tikus tadi diberi leptin terjadi pengurangan keinginan makan, sehingga berat badan menurun .
                Leptin telah dikenal penting dalam mengatur keseimbangan energi. Sesudah makan, kadar leptin akan meningkat, menyebabkan rasa kenyang (keinginan makan berkurang) melalui signal phosphatidyl inositol 3-kinase menyebabkan sekresi insulin, merangsang efek pada sistem saraf simpatis untuk meningkatkan penggunaaan energy Terdapat hubungan antara tikus yang obese dengan peningkatan leptin. Hal ini nampaknya dihubungkan dengan resistensi leptin. Leptin tidak dikenal oleh reseptornya di otak, sehingga tidak mampu menghambat ekspresi gen Neuropeptide Y di hypothalamus nucleus ventromedial sehingga pada obesitas terjadi hiperfagia.
Adapaun yang lainnya yang ikut mempengaruhi adalah…
                Angiotensinogen adalah alfa2 globulin yang diproduksi dan dikeluarkan dalam sirkulasi utamaya oleh hepar. Tetapi angiotensinogen telah diteliti sejak tahun 1987 juga dihasilkan oleh jaringan lemak sebagai sumber utama angiotensonogen dari ekstra hepatik. Angiotensinogen dalam plasma meningkat oleh kortikosteroid, estrogen, hormon tiroid. Angiotensinogen dengan renin akan dibentuk angiotensin I. Angiotensin I dengan Angiotensin Converting Enzim (ACE) akan membentuk angiotensin II. Angiotensin II mempunyai efek yang telah diketahui adalah (1) menyebabkan vasokontriksi arteri dan vena sehingga meningkatkan tekanan darah; (2) sekresi ACTH pada hipofisis anterior serta merangsang pengeluaran norefinefrin dengan aksi dari serabut simpatis posganglionik, menyebabkan kortek adrenal mengeluarkan aldosteron yang menyebabkan ginjal retensi garam dan air.
                Penelitian baru menunjukkan pada tikus yang obesitas terdapat peningkatan angiotensinogen. Penelitian lain walaupun masih controversial, tikus yang diekspresi lebih angiotensinogen terjadi hipertensi, peningkatan jumlah masa lemak tubuh atau obesitas. Angiotensinogen yang diekspresikan pada tikus kurus yang hipotensi menyebabkan tekanan darah naik, masa lemaknya bertambah dan berat badan meningkat.
                Angiotensin II, Angiotensin Converting Enzym (ACE), renin telah diteliti merangsang terbentuknya PGI-2 atau prostasiklin sehingga preadiposit berubah atau berdeferensiiasi menjadi adiposit. Angiotensin II meningkatkan Gliserol-3 Phospat Dehidrogenase (GPDH) sebagai marker sel yang berdeferensiasi. Sebaliknya pemberian antagonis ACE yaitu captopril, antiprostaglandin menghambat preadiposit berubah menjadi adiposit, berat badan menurun Penelitian lain penghambatan ACE berhubungan dengan peningkatan sensitivitas insulin dan menurunnya DM tipe 2.
                Tumor necrosis Faktor alfa adalah sitokin yang juga diproduksi oleh jaringan lemak dan adiposit, selain juga oleh sel makrofag, sel limfoid, sel mast, sel endotel, fibroblas dan jaringan syaraf. Sitokin ini telah diteliti pada binatang dan manusia yang gemuk kadarnya meningkat. Kadarnya yang meningkat juga dihubungkan dengan penghambatan produksi adiponektin oleh adipodit, perangsangan TGF beta, peningkatan PAI-1, menekan oksidasi asam lemak pada hepar, peningkatan sintesis asam lemak dan kolesterol oleh sel hepar, menginduksi resistensi insulin dengan merangsang serin fosforilase dari reseptor insulin substrart-1(IRS-1) dengan menggagalkan pengenalan insulin. Sebaliknya penurunan TNF alfa akan meyebabkan penurunan berat badan, dan pemberian anti TNF, meningkatkan sensitifitas insulin.

                Interleukin-6 telah diteliti kadarnya juga meningkat pada obesitas. Interleukin-6 yang meningkat ini menyebabkan produksi adiponektin menurun sehingga terjadi kegagalan toleransi glukosa. Pemberian IL-6 juga dihubungkan dengan hiperlipidemia, hiperglikemia dan resistensi insulin. Peningkatan IL-6 merupakan prediktor kejadian diabetes mielitus dan penyakit kardiovaskuler. Pada sistem saraf sentral kondisi ini terbalik. Pada obesitas terdapat defisiensi IL-6 sentral. Pemberian IL-6 pada sistem saraf sentral menyebabkan peningkatan penggunaan energi dan penurunan lemak pada tikus.