Showing posts with label Orthopaedi. Show all posts
Showing posts with label Orthopaedi. Show all posts

Osteology

Osteology adalah ilmu mengenai tulang, mulai dari struktur sampai pada klasifikasi dan kegunaannya.

            Fungsi tulang pada manusia :
Ó Mendukung tubuh dan rongga-rongga vitalnya
Ó Melindungi struktur-struktur pentingnya
Ó Mekanisme dasar untuk pergerakan, membentuk sistem pengungkit yang melipatkandakan kekuatan dari otot rangka.
Ó Penyimpanan garam mineral
Ó Menyuplai sel darah baru (homopoesis)

Klasifikasi tulang:
Berdasarkan bentuknya tulang dapat dibagi menjadi:
Ó Tulang panjang (longum)
Ó Tulang pendek (breve)
Ó Tulang pipih (planum)
Ó Tulang irregular : sebagian memiliki rongga dan sebagiannya lagi tidak. Rongga di sini bukan berisikan sumsum, melainkan kosong seperti Osmeotikum di cranium.
Selain itu juga terdapat jenis tulang yang disebut Tulang Sesamoid. Tulang jenis ini terdapat pada tendon tertentu, patela dapat digolongkan di sini.
Seterusnya ada jenis Accessory Bone atau Supernumerary Bone, yaitu tulang tambahan yang merupakan bagian yang hilang dari tulang utama.
Terakhir, terdapat jenis Tulang Heterotropik, yaitu tulang yang terbentuk di jaringan dimana mereka normalnya tidak ada.

Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel berkapur, yaitu Matriks Tulang dan 3 jenis sel penyusunnya. Osteosit yang terdapat di rongga-rongga (Lakuna) di dalam matriks, Osteoblas yang menyintesis unsur organik matriks, dan Osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam resorpsi dan remodelling tulang.
Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah mengapur, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada Kanalikuli. Kanalikuli adalah celah-celah silindris halus yang menerobos matriks.
Permukaan bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan jaringan yang mengandung sel-sel osteogenik, yaitu Endosteum di permukaan dalam, dan Periosteum pada permukaan luar.


            Sel Tulang

Osteoblas
Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks tulang yang berupa Kolagen tipe I, Proteoglikan, dan Glikoprotein. Osteoblas hanya terdapat pada permukaan tulang seperti epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas tersebut menurun, sel tersebut menjadi gepeng dan sifat basofilik pada sitoplasmanya akan berkurang.
Beberapa osteoblas secara berangsur dikelilingi oleh matriks yang baru terbentuk dan menjadi Osteosit. Selama proses ini, terbentuk rongga yang disebut Lakuna. Lakuna dihuni osteosit beserta juluran-julurannya, bersama sedikit matriks ekstrasel yang tidak mengapur.
Komponen matriks disekresi pada permukaan sel, yang berkontak dengan matriks tulang yang lebih ‘tua’, dan menghasilkan lapisan matriks baru (namun belum berkapur), yang disebut Osteoid, di antara lapisan osteoblas dan tulang yang baru terbentuk. Proses ini, yaitu Aposisi Tulang, dituntaskan dengan pengendapan garam-garam kalsium ke dalam matriks yang baru terbentuk.

Osteosit
Osteosit, yang berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang teletak di antara Lamellae matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna.
Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk kenari tersebut memiliki sedikit RE kasar dan badan golgi serta kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut.

Osteoklas
Osteoklas adalah sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel yang melebar mengandung 5 sampai 50 inti atau lebih. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklas terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks, yang dikenal sebagai Lakuna Howship. Osteoklas berasal dari penggabungan sel-sel sumsum tulang.
Pada osteoklas yang aktif, matriks tulang yang menghadap permukaan terlipat secara tak teratur, seringkali berupa tonjolan yang terbagi lagi, dan membentuk Batas Bergelombang yang berhubungan dengan aktivitas osteoklas. Batas bergelombang ini dikelilingi oleh zona sitoplasma, yang disebut Zona Terang yang tidak mengandung organel. Zona ini adalah tempat adhesi osteoklas pada matriks tulang dan menciptakan lingkungan mikro tempat terjadinya resorpsi tulang.
Osteoklas menyekresi Kolagenase dan enzim lain dan memompa proton ke dalam kantung subselular (lingkungan mikro yang disebut sebelumnya), yang memudahkan pencernaan kolagen setempat dan melarutkan kristal garam kalsium. Aktivitas osteoklas dikendalikan oleh Sitokin (protein pemberi sinyal kecil yang bekerja sebagai mediator setempat) dan hormon. Osteoklas memiliki reseptor untuk Kalsitonin, yakni suatu Hormon Tiroid, namun bukan untuk hormon paratiroid. Akan tetapi, osteoblas memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon ini, osteoblas akan memproduksi suatu sitokin yang disebut Faktor Perangsang Osteoklas.   

          Matriks Tulang

            Kira-kira 50% dari berat kering matriks tulang adalah bahan anorganik. Yang teristimewa banyak dijumpai adalah Kalsium dan Fosfor yang membentuk Kristal Hidroksiapatit dengan komponen Ca10(PO4)6(OH)2, namun bikarbonat, sitrat, mangnesium, kalium, dan natrium juga ditemukan.
            Kalsium amorf (nonkristal) juga cukup banyak dijumpai. Pada mikrograf elektron, kristal hidroksiapatit tulang tampak sebagai lempengan yang terletak di samping serabut kolagen, namun dikelilingi oleh subtansi dasar. Ion permukaan hidroksiapatit berhidrasi dan selapis air dan ion terbentuk di sekitar kristal. Lapisan ini, yaitu Lapisan Hidrasi, membantu pertukaran ion antara kristal dan cairan tubuh.
            Bahan organik dalam matriks tulang adalah kolagen tipe I dan substansi dasar, yang mengandung Agregat Proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural spesifik. Glikoprotein tulang mungkin bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung glikoprotein tersebut.
            Gabungan mineral dan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan pada jaringan tulang. Setelah tulang mengalami dekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga, namun menjadi fleksibel mirip tendon. Dengan mengjilangkan bagian organik dari matriks, yang terutama berupa kolagen, bentuk tulang masih terjaga, namun kini menjadi rapuh, mudah patah dan hancu bila dipegang.

          Periosteum & Endosteum

            Periosteum terdiri atas lapisan luar serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat kolagen periosteum, yang disebut Serat Sharpey, memasuki matriks tulang dan mengikat periosteum pada tulang. Lapisan dalam periosteum yang lebih banyak mengandung sel, terdiri atas sel-sel mirip fibroblas yang disebut Sel Osteprogenitor ,yang berpotensi membelah melalui mitosis dan berkembang menadi osteoblas. Sel ini berperan penting pada pertumbuhan dan perbaikan tulang.
            Endosteum melapisi semua rongga dalam di dalam tulang dan terdiri atas selapis sel osteoprogenitor gepeng dan sejumlah kecil jaringan ikat. Karenanya, endosteum abih tipis daripada periosteum.
            Fungsi utama periosteum dan endosteum adalah Memberi Nutrisi kepada jaringan tulang dan menyediakan osteoblas baru secara kontinu untuk perbaikan atau pertumbuhan tulang.
            Struktur Makro Tulang

            Pada tulang panjang, ujung yang membulat yang disebut Epifisis, terdiri atas tulang berongga yang ditutupi selapis tipis tulang kompakta. Bagian silindris, yaitu Diafisis, hampir seluruhnya terdiri atas tulang kompakta, dengan sedikit tulang tulang spons pada permukaan dalamnya di sekitar Rongga Sumsum Tulang. Pada tulang panjang juga terdapat Discus Epiphysialis, yaitu tempat yang mengalami pertumbuhan tulang di antara epifisis dan diafisis.  Tulang pendek umumnya memiliki pusat yang terdiri dari tulang berongga, dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipih yang membentuk cavaria cranii memiliki 2 lapis tulang kompakta yang disebut lempeng, yang dipisahkan oleh selapis tulang berongga yang disebut Diploё.
            Sumsum tulang yang mengisi Medullary Cavity pada bagian dalam tulang sendri dapat dibagi menjadi 2 jenis:
-. Medulla Ossium Rubra (Sumsum Tulang Merah)
   Terletak di bagian epifisis tulang pipa, bagian tengah jenis tulang lainnya, persendian tulang pipih, bagian dalam tulang punggung, cranial diploё, sternum, dan costa.
Merupakan tempat produksi Eritrosit dan Leukosit Granular, mengandung Myelocytes.  
-. Medulla Ossium Flava (Sumsum Tulang Kuning)
   Terletak di bagian tengah dari tulang pipa. Merupakan sumsum tulang biasa yang sel lemaknya predominan.

          Struktur Mikro Tulang

            Struktur tulang secara mikroskopis terdiri atas penyusun-penyusun yang tidak persis sama antara tulang kompak dan tulang spons.

Tulang Kompak (Substantia Compacta)
            Tulang tersusun atas lembaran-lembaran tulang yang tersusun atas serabut jaringan pengikat jenis kolagen tipe I dan garam-garam kapur. Lembaran-lembaran ini disebut Lamellae. Di antara lamellae-lamellae, terdapat Lacuna, yaitu rongga yang berisikan Osteosit. Satu lamella yang memisahkan 2 rongga lacuna ditembus oleh Canaliculi untuk menghubungkan lacuna-lacuna. Di dalam canaliculi ini berjalan lanjutan-lanjutan dari osteosit-osteosit yang saling berhubungan.
            Di antara lamellae dataran luar dan dalam terdapat Osteon, yaitu pipa yang dindingnya terdiri atas lamellae dan lacuna dan dalam rongga pipa terisi pembuluh darah. Pipa ini disebut juga Canalis Harvers.
            Pada umumnya osteon berjalan dengan arah tarikan atau tekanan yang berjalan sesuai dengan arah tarikan atau tekanan yang berjalan pada tulang. Tulang kompak juga dilalui oleh saluran yang dindingnya tidak ber-lamellae yang disebut Canalis Volkman yang bersilangan tegak lurus dengan canalis harvers.

Tulang Spons (Substantia Spongiosa)
            Terdiri dari batang-batang tulang (Trabeculae) yang saling berhubungan dan bersilangan. Pada umumnya mereka  juga berjalan sesuai dengan arah tekanan atau tarikan yang bekerja pada tulangnya.  Batang-batang tulang yang demikian ini disebut dengan Trajeculator.


            Osifikasi

Osifikasi desmalis atau osifikasi intamembranosa
            Merupakan jenis osifikasi yang langsung dari Sel Mesenkim menjadi tulang keras, tidak melalui fase kartilago. Umumnya terjadi pada tulang pipih dan calvaria cranii.
            Dalam satu lembaran jaringan pengikat, sel-sel penyusunnya membentuk barisan dan membuat serabut-serabut halus yang tersusun sebagai berkas di antara dua baris sel.
            Serabut-serabut itu saling menempel disebabkan oleh Osteomucoid yang disintesis oleh sel itu sendiri, terbentuklah Osteoid atau Ossein. Di dalamnya diendapkan garam-garam dapur, terbentuklah tulang yang berbentuk jarum yang disebut Spikula. Sel-sel jaringan pengikat yang menghasilkan osteoid tersebut itulah yang disebut Osteoblas.
            Karena osteoblas menghasilkan osteoid di sekelilingnya, ia akhirnya terdapat di dalam osteoid, sel inilah yang disebut Osteosit dan selanjutnya menjadi tulang. Spikula yang memanjang saling berdekatan dan berhubungan dan membentuk anyaman tulang (trabeculae) yang tumbuh ke segala arah dan mnejadi suatu lembar tulang.
            Pada dataran luar lembaran tulang terdapat jaringan ikat yang dikenal sebagai Periosteum. Sel-selnya yang menempel pada tulang menjadi osteoblas yang menghasilkan osteoid yang ditambahkan pada lembaran tulang itu. Dengan begitu tulang dapat mengalami pertumbuhan secara aposisi.

Osifikasi Enchondralis
            Merupakan jenis osifikasi yang terjadi dari sel mesenkim berubah menjadi Kartilago dan  barulah kemudian menjadi tulang keras. Umumnya terjadi pada tulang panjang dan tulang pendek.
            Pada kartilago di bagian diafisis tulang panjang terdapat perubahan yang menyebabkan sel dan nukleusnya membesar. Pada bahan tulang rawan di antara sel-sel itu diendapkan garam-garam dapur. Kemudian tumbuh pembuluh-pembuluh darah kapiler yang disertai perusakan oleh Kondroblas. Dengan begitu terdapat ruangan di dalam kartilago yang diisi oleh jaringan pengikat serta pembuluh-pembuluh darah dan sisa-sisa kartilago. Kartilago di dalam epifisis juga mengalami perubahan seperti di dalam diafisis.
            Dari luar ditambahkan lamellae secara aposisi. Rongga-rongga antar trabeculae dilalui oleh pembuluh-pembuluh darah dan sel-sel jaringan pengikat. Sel-sel ada yang menjadi osteoblas dan menempel pada trabeculae untuk membuat lamellae secara konsentris dan menciptakan osteon di antara trabeculae, tulang menjadi lebih padat.
            Pada perkembangannya selain adanya penambahan bahan tulang juga dilakukan perubahan bentuk tulang oleh osteoklas.
            Dengan demikian, nantinya akan terjadi lamellae-lamellae di bawah ini:
            -. Lamellae Circumferentiales Externae, terdapat tepat di bawah periosteum
            -. Lamellae Circumferentiales Internae, terdapat di sekitar rongga sumsum
            -. Lamellae Pembentuk Osteon, yang memiliki banyak sistem harvers
            -. Lamellae Interstitiales, yang terletak diantara osteon    
            Diantara epifisis dan diafisis terdapat Discus Epiphysialis yang di dalamnya terjadi kondrogenesis secara interstitial (mitosis), sehingga discis epiphysialis dapat bertambah lebar dan tulang bertambah panjang.
            Terdapat 2 jenis kartilago pada tulang panjang, yaitu:
-. Kartilago Sendi, yang tetap ada seumur hidup dan tidak ikut dalam pertumbuhan memanjang tulang.
-. Kartilago Epifisis, yang juga disebut Lempeng Epifisis, yang menghubungkan epifisis dengan diafisis.
            Sebaliknya subtantia spongiosa dapat terjadi dari subtantia compacta dengan membersarnya canalis harvers sehingga  dindingnya menjadi tipis.
            Pada kenyataanya dataran luar tulang terdapat lubang yang disebut Foramen Nutricium yang merupakan lubang masuk Canalis Nitricius. Canalis nutricius biasanya pergi ke Cavum Medullare atau ke substantia compacta. Dindingnya dilapisi lanjutan periosteum dan di dalamnya terdapat pembuluh-pembuluh darah yang datang dan pergi dari dan ke Medulla Ossium.

Mekanisme Kalsifikasi

            Kalsifikasi diawali dengan deposisi garam-garam kalsium pada serabut kolagen, yakni suatu proses yang diinduksi oleh proteoglikan dan glikoprotein pengikat kalsium berafinitas tinggi. Proses ini dipercepat oleh kemampuan osteoblas memadatkan garam-garam tersebut dalam Vesikel Intrasitoplasma dan pelepasan vesikel-vesikel  ini, bila perlu, ke dalam Medium Ekstrasel (Vesikel Matriks).

            Kalsifikasi dibantu, dengan cara yang belum diketahui oleh Fosfatase Alkali yang dihasilkan oleh osteoblas dan terdapat pada tempat osifikasi.

Bila tulang menjadi patah (fraktur), matriks tulang dihancurkan, dan sel-sel tulang yang berdekatan dengan daerah fraktur juga akan mati. Pembuluh darah yang rusak berakibat terjadinya pendarahan setempat dan terbentuknya bekuan darah.
            Selama perbaikan bekuan darah, sel-sel dan matriks tulang yang rusak diangkut oleh Makrofag. Periosteum dan endosteum di sekitar fraktur berespons dengan proliferasi intensif yang menghasilkan jaringan yang mengelilingi fraktur dan menyusup di antara ujung-ujung tulang yang patah.
            Tulang primer kemudian dibentuk melalui osifikasi endokondral dan intramembranosa, dan kedua proses tersebut secara bersama-sama ikut dalam pemulihan fraktur. Perbaikan berkembang sehingga trabekula yang terbentuk tak teratur di tulang primer menyatukan kedua ujung tulang yang patah untuk sementara waktu, yang membentuk Kalus Tulang.
            Stres-stres pada tulang selama pemulihan dan selama kembalinya aktivitas pasien secara berangsur, akan mengubah model kalus tulang. Jika stres-stres ini identik dengan stres yang terjadi selama pertumbuhan tulang, dan karenanya memengaruhi struktur, jaringan tulang primer dari kalus secara berangsur akan diresorpsi dan diganti oleh jaringan sekunder, yang menimbulkan remodelling pada tulang dan memulihkan struktur aslinya. Berbeda dengan jaringan ikat lain, jaringan tulang menyembuh tanpa membentuk jaringan parut.

          Sceleton Humanum

Sceleton humanum atau rangka manusia terbagi atas:
-. Sceleton Trunci
    Terdiri atas Columna Vertebralis , Costae, dan Sternum. Columna vertebralis dibagi lagi atas 7 buah Vertebrae Cervicalis, 12 buah Vertebrae Thoracales, 5 buah Vertebrae Lumbales, 5 buah Vertebrae Socrales yang berfusi, dan 4 buah Vertebrae Coccygeae yang juga berfusi.
   Costae dapat dibedakan atas Os Costale di bagian dorsal dan Cartilago Costalis di bagian ventral. Jenis-jenis costae adalah:
            Ó 7 pasang Costae Verae
            Ó 5 pasang Costae Spuriae; 2 ruas terakhirnya dinamakan Costae Fluctuantes
            Sedangkan sternum dibagi atas 3 bagian utama, yaitu: Manubrium sterni, Cospus Sterni, dan Processus Xiphoideus.
-. Cingulum Superius
    Terdiri atas 2 buah Clavicula dan 2 buah Scapula
-. Sceleton Extremitas Superioris
    Terdiri atas Humerus, Radius, Ulna, Ossa CarpaliaScaphoideum, Lunatum, Triquetrum, dan Pisiforme pada baris proksimal. Trapezoideum, Capitatum, dan Hamatum pada baris distal-, 5 buah Ossa Metacarpalia, dan 14 buah Phalanges
-. Cingulum Inferius
   Terdiri atas  2 buah Coxae  -terdiri atas Os Ilium, Os Pubis, dan Os Ischii-, Os Sacrum, dan Os Coccygis (keduanya juga bagian dari vertebrae, namun lebih dikelompokkan pada bagian ini)
-. Sceleton Extremitas Inferioris
   Terdiri atas Femur, Tibia, Fibula, Patela - masing-masing berjumlah 2 buah-, Ossa Tarsalia (Talus, Calcaneus, Naviculare, Cuboideum, dan 3 Cuneiforme), 5 Ossa Metatarsalia, 14 buah Phalanges, dan 3 buah Ossa Sesamoidea.
-. Cranium
    Terbagi atas Calvaria Cranii (atap tengkorak) dan Basis Cranii (dasar tengkorak). Sedangkan penyusunnya adalah Os Frontale, sepasang Os Pareitale, Os Occipitale, sepasang Os Temporale, Os Spenoidale, Os Ethmoidale, sepasang Os Maxillare, sepasang Os Palatinum, sepasang Os Nasale, sepasang Os Lacrimale, sepasang Os Zygomaticum, sepasang Concha Nasalis Inferior, Vomer, Os Mandibulare.


References:
Aswin, Prof. Dr. Soedjono, PhD. 1998. Pengantar Anatomi (Anatomi Umum).  Yogyakarta. Bagian Anatomi, Embriologi & Antropologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Junqueira, Luiz Carlos & J. Carneiro. 2007. Hisologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta. EGC (Penetbit Buku Kedokteran)

PROBLEM MUSCULOSKELETAL USIA LANJUT

System musculoskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursa. Masalah yang berhubungan dengan struktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua kelompok usia. Masalah system musculoskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas penderita.
Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena berkurangnya aktivitas osteoblas namun aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur, tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu; modeling dan remodeling.
Adapun perubahan yang terjadi adalah...

a.      Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan.
Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.
b.      Kartilago.
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi, lekukan dan pembentukan celah. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut , tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
c.       Tulang.
Pada keadaan normal, jumlah tulang yang mengalami remodeling sama dengan yang dirusak sehingga tidak terjadi kehilangan tulang dan membentuk positively coupled, sedangkan bila perusakan terjadi lebih banyak dibanding dengan yan dibentuk, akan menyebabkan hilangnya masa tulang dan terbentuk negatively coupled, hal inilah yang di alami oleh para manusia pada usia lanjut dan tulang menjadi berpori. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 80 tahun.
Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali. Sebagai akibat perubahan itu, jumlah tulang spongiosa menjadi berkurang dan tulang  kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali namun disisi lain, osteoblast menurun, disertai dengan penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos.

d.      Otot.
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot terutama tipe II, menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang, otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Terjadi peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

Perubahan morfologis otot pada penuaan:
    1. Penurunan jumlah serabut otot
    2. Atrofi pada beberapa serabut otot dan fibril menjadi tidak teratur dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain
    3. Berkurangnya 30% massa otot
    4. Penumpukan lipofuscin
    5. Peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung
    6. Adanya badan sitoplasma
    7. Degenerasi miofibril
    8. Timbulnya bekas garis Z pada serabut otot

e.    Sendi.
 Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi.
Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain : osteoartritis, artritis rheumatoid, gout dan pseudogout. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian lainnya.

Adapun beberapa penyakit yang bisanya terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah :

1.       FRAKTUR
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap (seluruh tulang patah) atau tidak lengkap (tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang) (Price,2006). Sedangkan, Matassrin (1997) mendefinisikan fraktur sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang normal, terjadi ketika tekanan yang berlebihan mengenai tulang dan tidak bisa diredam. Biasanya hal ini juga menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan subkutan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon.
Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: mekanisme direct force (dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur) dan mekanisme indirect force (energi kinetik akan disalurkan dari tempat terjadinya tekanan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan).
Fraktur byasa terjadi pada daerah yang mengalami kelemahan. Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Lalu terjadi pembentukan hematoma pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum diikuti dengan kematian  jaringan tulang. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya dan berlanjut ke proses pemulihan tulang.

2.       DISLOKASI DAN SUBLOKASI
Sublokasi merujuk pada adanya deviasi hubungan yang normal antara tulang rawan yang satu dengan yang lainnya namun masih saling bersentuhan, dan bila sudah tidak bersentuhan maka disebut dengan dislokasi.

3.       OSTEOMIELITIS
Merupakan infeksi jaringan tulang yang dapat terjadi secara akut maupun kronik. Akut dicirikan dengan adanya demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Pada orang dewasa, osteomielitis dapat diawali oleh bakteri dalam aliran darah, namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Sedangkan kronis adalah akibat dari osteomielits akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomielitis sangat resisten terhadap pengobatan dengan antibiotika karena korteks tulang tidak memiliki pembuluh darah. Tidak cukup banyak antibody yang dapat mencapai daerah yang terinfeksi tersebut. Infeksi tulang sangat sulit untuk dibasmi, bahkan tindakan drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat sering tidak cukup untuk menghilangkan penyakit.

4.       OSTEOARTRITIS
Merupakan gangguan pada sendi yang paling umum terjadi, bersifat kronik, progresif lambat, tidak meradang dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita. Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi. Dengan alasan-alasan yang masih belum diketahui, pada OA, aktivitas kondroosit meningkat, sehingga sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam namun substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga pembentukan tidak mengimbangi kebutuhan.
Sejumlah kecil kartilago tipe I menggantikan tipe II yang normal, sehingga terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengakibatkan kartilago kehilangan sifat komprebilitasnya yang unik. Walaupun penyebab sebenarnya dari osteoarthritis tidak diketahui, proses penuaan menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan osteoarthritis.
Factor-faktor yang berperan pada penyakit ini adalah factor genetic, hormone seks dan hormone-hormon lainnya. Sendi yang paling sering terserang adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal dan sendi falang distal dan proksimal. Pada arthritis reumathoid, sendi falang proksimal dan sendi metacarpal keduanya terserang, namun sendi interfalang distal tidak terlibat.
Manifestasi klinis yang muncul adalah nyeri sendi terutama saat sendi bergerak atau menanggung beban, keterbatasan gerakan, nyeri tekan local, pembesaran tulang disekitar sendi, sedikit efusi sendi dan krepitasi.

5.       ARTRITIS REUMATOID
Merupakan gangguan kronik yang menyerang berbagai system organ dan salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas.  Penyakit ini lebih banyak diderita oleh wanita dimana insidensi meningkat bersamaan dengan penambahan usia.
Penyebab arthritis rheumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang memecah kartilago, ligament, tendon dan tulang pada sendi serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan synovial.
Gambaran klinis sangatlah bervariasi dan tidak harus timbul secara sekaligus, antara lain gejala konstitusional (lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam), poliartritis simetris , kekakuan dipagi hari selama 1 jam, arthritis erosive, deformitas (kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit, nodul-nodul rematoid (massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita (umumnya terjadi di olekranon atau sepanjang permukaan ekstensor), dan manifestasi ekstra-artikular (jantung-perikarditis, paru-paru-pleuritis, mata dan kerusakan pembuluh darah.

6.       GOUT
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolic, sekurang-kurangnya ada Sembilan gangguan, yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat berupa primer; akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan/penurunan ekskresi asam urat, dan sekunder karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu.
Sekitar 95%kasus adalah pada laki-laki. Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Pertama adalah hiperurisemia asimtomatik (peningkatan nilai asam urat 9-10 mg/dl), pada tahap ini tidak muncul gejala-gejala. Kedua adalah artitis gout akut, terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa (pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal dan mendorong pasien untuk mencari pengobatan, serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan.
Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti, serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma local atau rupture tofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat local. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan Kristal-kristal urat dan memicu respons peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan Kristal asam urat, seiring dengan meningkatnya Kristal serum, maka gout juga akan ikut berjalan secara sistemik.
Ketiga adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku, juga penonjolan dan pembesaran sendi yang bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relative asam urat. Lokasi yang sering dihinggapi tofi adalah bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga. Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitium medulla, papilla dan pyramid sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout.

PROBLEM ORTHOPAEDI PADA REMAJA

Knee Problems :
1. Knee Pain
  a. Osgood-Schlatter (OS) Disease : merupakan salah satu penyebab terbanyak dari knee pain pada adolescent. Terjadi nyeri dan edema pada tibial tubercle, OS secara umum tidak berbahaya.
      - Patofisiologi : Saat  pertumbuhan tulang lebih cepat daripada pertumbuhan jaringan ikatnya, akan menyebabkan kekakuan tendon dan kehilangan fleksibilitas. Dalam periode rapid growth pada remaja, tekanan yang disebabkan oleh kontraksi dari quadriceps ditransmisi melalui tendon patella ke bagian kecil dari tibial tuberosity yang belum sempurna terbentuk. Hal ini menyebabkan partial avulsion fracture yang melalui pusat osifikasi. Setelah itu, terjadi pembentukan secondary heterotopic bone dan menyebabkan timbulnya lump / bengkak
     - Penanganan : NSAID, Quad & hamsting flexibility exercise
b. Sinding-Larsen- Johansson disorder : diklasifikasikan sebagai traction apophysitis yang menyerang distal apphysis dan terjadi localized tenderness. Di dalam x-ray, terlihat adanya kalsifikasi jaringan ikat atau stress fracture di bagian inferior patella (bagian dasar patella). Penyakit ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan pertumbuhan.
c. Osteochondritis dissecans (OCD) : termasuk dalam osteochondral fracture. Osteochondral fragment bisa berupa undisplaced, loose, displaced, maupun free fragment.
   -Pathofisiologi : Disebabkan oleh trauma dan iskemia.
Stage 1: terjadi penebalan dan edema di periarticular dan intra-articular. Biasanya, terlihat adanya osteoporosis ringan di metaphysis disebabkan karena hyperemia di metaphysis.
    Stage 2: epifisis menunjukkan kontur yang ireguler. Dalam radiografi, epfisis menunjukkan adanya fragmentasi. Pembuluh darah yang ada di dalam epifisis menjadi tidak kompeten karena  thrombosis atau mikrofraktur dari trabeculae, yang menyebabkan penyembuhan yang lambat.
Stage 3: Granulation tissue secara bertahap menggantikan necrotic tissue. Jaringan tulang yang nekrosis akan kehilangan fungsi strukturalnya yang mengakibatkan compressing dan flattening dari articular surface.
d. Anterior knee pain : menyebabkan tibial torsion àgenu valgum. Penyebabnya idiopathic, menyebabkan muscle imbalance.dapat diobati dengan NSAID dan rehabilitasi
e.  Patellofemoral disorder : menyebabkan dislokasi dari patella. Secara klinis dan radiologis, terlihat adanya lateral displacement. Management: quads and hamy exercise hingga operative correction
f. Intraarticuler disorder of knee – Discoid meniscus: merupakan variasi anatomis yang jarang.terjadi  pada lateral meniscus dari lutut. Penderita akan merasa nyeri, bengkak, ataupun terdengar suara “snapping” dari lututnya. Pengobatan : partial menisectomy

2. Lump in Knee:
    - Berupa popliteal cyst yang jinak, tidak berbahaya dan akan menghilang seiring berjalannya waktu.
    - Pembedahan dilakukan jika cyst sudah sangat besar dan sakit.

3. Hip Problems:
  a. Slipped Epiphysis: terjadi pergeseran dari upper femoral epiphysis. Biasanya terjadi pada orang yang gemuk. Hal ini terjadi karena upper femoral epiphysis yang tidak mampu menopang beban tubuh sehingga bergeser
  b. LCP (Legg-Calve-Perthes Disease ) : merupakan penyakit degenerative dari hip joint, massa tulang akan bekurang dan menyebabkan deformitas pada caput femoris dan acetabulum. Hal ini terjadi karena terjadi idiopathic avascular osteonecrosis dari capital femoral epiphysis di caput femoris karena berkurangnya suplly darah ke caput femoris.
  c. Overuse
  d. Snapping hip
  e. OA

4. Spine Problems :
  a. Sakit Punggung pada remaja
  b. Reumatoid spondilitis
  c. Scoliosis pada remaja : paling sering bengkok ke kanan, dan tulang belakang  juga ikut berputar sesuai arah scoliosisnya.

5. Sports Injury :
  a. acute : - memar
            - Cedera Ligamen
            - Cedera tulang
            - Traction injuries
  b. Overuse : - Pain
                      - Stress Fracture

6. Tumor : - Osteosarcoma, Ewing Sarcoma, Chondroblastoma ( Top 3 paling ganas )
                - fibrous displacia
- osteogenic sarcoma
- fibrocortical defect
                - osteochondroma

Osteomyelitis

Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Umumnya infeksi pada tulang panjang dimulai pada metafisis. Tulang yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra. Penyebab paling sering staphylococcus, penyebab lain streptococcus, pneumococcus, salmonella, jamur, dan virus.

Infeksi dapat terjadi secara :
1.    Hematogen, dari fokus yang jauh seperti kulit, tenggorok.
2.    Kontaminasi dari luar yaitu  fraktur terbuka dan tindakan operasi pada tulang
3.    Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya
       Osteomielitis kronis terjadi bila pengobatan terhadap infeksi terlambat atau tidak adekuat, atau bila ada squester. Terdapat osteomielitis yang kronis sejak dari permulaannya, misalnya pada abses Brodie. Awitan Osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
       Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
       Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis.

Osteomielitis pada tulang panjang
       Kuman biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga timbul abses atau beberapa abses kecil. Pus menjalar kearah diafisis dan korteks, mengangkat periosteum dan kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di bawah periosteum dan pada tempat-tempat tertentu membentuk fokus sekunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekwester. Bila arteri nutrisia mengalami trombosis, maka dapat menimbulkan sekwestrasi tulang yang luas. Periosteum yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula maupun korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periosteum ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang disebut kloaka.

Osteomielitis pada vertebra
       Kelainan ini lebih sulit untuk didiagnosis. Biasanya ada demam, rasa sakit pada tulang clan spasme otot. Proses lebih sering menge nai korpus vertebra clan dapat timbul sebagai komplikasi infeksi saluran kencing clan operasi panggul. Pada stadium awal tanda-tanda destruksi tulang yang menonjol, selanjutnya terjadi pembentukan tulang baru yang terlihat se bagai sklerosis. Lesi dapat bermula di bagian sentral atau tepi korpus vertebra.
       Pada lesi yang bermula di tepi korpus vertebra, diskus cepat mengalami destruksi dan sela diskus akan menyempit. Dapat tirnbul abses paravertebral yang terlihat sebagai bayangan berdensitas jaringan lunak sekitar lesi. Di daerah torakal, abses ini lebih mudah dilihat karena terdapat kontras paru-paru. Di daerah lumbal lebih sukar untuk dilihat, tanda yang penting adalah bayangan psoas menjadi kabur.
       Untuk membedakan penyakit ini dengan spondilitis tuberkulosis, sukar, biasanya pada osteomielitis akan terlihat sklerosis, destruksi diskus kurang, dan sering timbul penulangan antara vertebra yang terkena proses dengan vertebra di dekatnya (bony bridging).

Osteomielitis pada neonatus dan bayi
       Osteomielitis pada neonatus dan bayi seringkali hanya dengan gejala klinis yang ringan, dapat mengenai satu atau banyak tulang dan mudah meluas ke sendi di dekatnya. Biasanya lebih sering terjadi pada bayi dengan 'risiko tinggi' seperti prematur, berat badan kurang. Tindakan-tindakan seperti resusitasi, venaseksi, kateterisasi, dan infus, secara potensial dapat merupakan penyebab infeksi. Kuman penyebab paling sering adalah streptococcus.
       Osteomielitis clan artritis septik pada bayi biasanya disertai destruksi yang luas dari tulang, tulang rawan, dan jaringan lunak sekitarnya. Pada neonatus ada hubungan antara pembuluh darah epifisis dengan pernbuluh darah metafisis, yang disebut pembuluh darah transfiseal, hubungan ini menyebabkan mudahnya infeksi meluas dari metafisis ke epifisis dan sendi. Kadang-kadang osteomielitis pada bayi juga dapat mengenai tulang lain seperti maksila, vertebra, tengkorak, iga, dan pelvis.
       Tanda paling dini yang dapat ditemukan pada foto rontgen ialah pembengkakan jaringan lunak dekat tulang yang terlihat kira kira 3 hari setelah infeksi. Demineralisasi tulang terlihat kira-kira 7 hari setelah infeksi dan disebabkan hiperemia juga destruksi trabekula. Destruksi korteks dan sebagai akibatnya pembentukan tulang subperiosteal terlihat pada kira-kira 2 minggu setelah infeksi.

Evaluasi Diagnostik
       Osteomielitis akut; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
       Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.

Pemeriksaan penunjang
1.    Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2.    Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
     Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3.    Pemeriksaan feses
     Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4.    Pemeriksaan Biopsi tulang.
5.    Pemeriksaan ultra sound
     Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6.    Pemeriksaan radiologis
     Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

Prinsip penatalaksanaan
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.

Prognosis
Keberhasilan dari penatalaksanaan penyakit ini bergantung pada :
1. Jarak waktu antara infeksi yang terjadi dan pemberian terapi :  
-   < 3 hari : dapat mencegah terjadinya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru
-   3 – 7 hari : tidak mencegah kerusakan tulang, tapi dapat mencegah penyebaran infeksi
-    > 7 hari : dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi melalui darah (septikemia), tapi proses patologi lokal sudah lanjut
2. Efektifitas antibiotik yang diberikan
3. Dosis antibiotik yang diberikan
     Biasanya dibutuhkan dosis yang lebih tinggi
4. Durasi pemberian antibiotic

     Harus diberikan sekitar 3-4 minggu untuk mencegah terjadinya osteomielitis kronik