Sudden death adalah kematian mendadak < 1 jam dari onset
symptom-nya. Biasanya disebabkan karena gangguan pada jantung, ga ada
gejala-gejala mau meninggal sebelumnya. Biasanya disebut juga cardiac arrest,
yaitu kematian yang disebabkan karena tidak efektifnya suplai darah ke seluruh
tubuh, merupakan penyebab kematian yang tersering di negara maju. Kalau di
Indonesia, kebanyakan pasien CA keburu meninggal dirumah (belum sempat mendapat
intervensi medik).
CA biasanya disertai dengan aritmia, dapat juga disertai gejala
penyerta seperti dyspnea, chest
pain, syncope/pingsan, keluhan2 inilah yang membawa pasien ke RS. Perjalan CA
dimulai dari Ventrikel takikardi mjd ventrikel fibrilasi, lalu Pulseless
Electric Activity/PEA dan terakhir asystole. Pada PEA, aktivitas elektrik masih
ada, sehingga masih ada systole, namun pulse tidak
teraba. Sedangkan pada asystole, aktivitas elektrik
samasekali tak ada (dalam EKG tampak garis lurus), berarti sakaratul maut.
Aritmia yang bisa menimbulkan cardiac aRrest
adalah yang berasal dari ventrikel, karena ventrikel bertanggungjawab terhadap
suplai darah ke seluruh tubuh, kalo yg aritmia atrium sih ga terlalu masalah karena masih bisa dikompensasi di ventrikelnya. Hasil
EKG yang ditemukan oleh dokter ketika pasien masuk RS adalah gambaran VF atau
malah asystole (40%), jarang menemukan gambaran PEA(20%) bahkan VT (1%). SCD banyak terjadi akibat Coronary diseaseà HFàMADIT Ià Cardiac arrest. 80% kasus Cardiac Arrest memiliki
riwayat coronary disease.
Underlying cause CA adalah: riwayat HF NYHA II,III,IV, MI,LVEF ≤35%,
Coronary Heart Disease. Selain itu ada beberapa
riwayat yang dijadikan sebagai marker Tradisional seperti: Hipertensi, Merokok,
Hiperlipidemia, gambaranEKG yg abnormal (yang menunjukkan ventrikel hipertrofi),dan
DM
Management Sudden Cardiac arrest:
-
CPR, pada
VF berikan defibrilator
-
Pemberian
obat-obatan antiaritmia seperti amiodarone, B-blockerà menurunkan mortalitas. Amiodaron efektif
untuk dilated cardiomyopathy.
-
Remodeling
anatomi maupun fungsi
-
ICD (Implantable
Cardiac defibrillator)
-
Holter
monitoring untuk memantau aritmianya
-
Waspadai
Torsade de point, cirinya pemanjangan interval QT
Karena sebagian besar kasus SCD dilatarbelakangi oleh Coronary disease,
maka proses-proses yang terjadi pada kejadian coronary disease dapat diamati
dgn penanda tertentu seperti:
-
Marker
adanya plaq: Matrix metalloproteinase
-
Marker
trombogenesis: Peningkatan D-dimer, >> apo B, << apo A
-
Sintesis
Endhotelial NO
-
Marker
respon inflamasi: CRP, tapi ga spesifik
Elektrik Alternans : istilahnya pembacaan mikro dari EKG, jadi kelainan
yg di EKG tidak nampakk, setelah diperbesar jadi tampak kelainan.(independent
marker).Dapat juga menggunakan EP (Electro Physiology) namun lebih invasive.
Survival
Rate pada SCD jika dilihat dari Ejection fraction dan Ventrikel premature Depolarisasi:
A: EF>30%, VPD < 10/hari à survival rate nya paling tinggi
B: EF> 30%, VPD>10/hari
C: EF <30%,VPD <10/hari
D: EF<30%, VPD >10/hari
Faktor
resiko:
-
Penyakit2
yang udah disebutin diatas
-
Riwayat
keluarga: salah saru ortu terkenaàresikonya 1,8%, kila kedua ortu terkenaàresiko9,4%
-
Kelainan
genetic: mutasi pada ion channel
Terapy yg
digunakan: B-blocker, Statin, ACE inhibitor, Ca-channel blocker (obat2an
antiaritmia).
Pada LVEF
≤35%: Penggunaan Amiodarone memiliki efek lebih baik disbanding pemasangan ICD.
Sedangkan pd LVEF>35% pemasangan ICD lebih baik daripada amiodarone.
Ada beberapa
clinical trial tentang penggunaan ICD, yaitu
a.
MADIT (Multicenter Automatic Defibrillator
Implantation Trial
MADIT II à ICD menurunkan kematian
sekitar 31-55%, pemasangan ICD juga akan semakin menguntungkan pasien jika
dibarengi dengan terapi obat yg optimal.
b.
MUSTT (Multicenter UnSustained Tachycardia Trial)
hypothesis: terapi aritmia dapat menurunkan kematian pada pasien dengan CAD, EF
<40%, VT nonsustained asimptomatik
( > 3 beats, < 30 sec, rate > 100 bpm)
( > 3 beats, < 30 sec, rate > 100 bpm)
Aritmia sustain (>30 detik) lebih berbahaya
dibandingkan nonsustained (<30 detik)
c.
CABG
Patch
Pada pasien dengan CAD, disfungsi ventrikel
kiri, dan abnormal EKG, pemasangan ICD tidak meningkatkan survival rate.
Revaskularisasi coronary memiliki efek yang lebih baik jika dibandingkan dgn
pemasangan ICD.
No comments:
Post a Comment