Setiap orang tentu ingin hidup dengan pola
yang sehat, namun kadang-kadang hal itu sulit terlaksana karena berbagai
situasi yang kurang memungkinkan. Nah dengan melakukan gaya hidup sehat banyak
manfaat yang dapat diperoleh, juga sebaliknya dengan melakukan gaya hidup yang
tidak sehat diantaranya akan terjadi obesitas yang akan menyebabkan resistensi
insulin,,penasaran kan?mari kita simak.. J
Pada
tahun 2007 telah dilakukan skrining obesitas di Sekolah Menengah Pertama
Yogyakarta, dan hasilnya adalah dari 2121 siswi terdapat 137 yang obesitas (
6,4% ), dan ada 79 orang yang bersedia mengikuti penelitian selanjutnya.
Setelah itu dilakukan pengukuran untuk kadar insulin dengan menggunakan HOMA (Homeostasis Model Assessment ),dan alhasil didapatkan 44 orang dari 79 siswi
yang obesitas yang mengalami penurunan respon jaringan perifer terhadap aksi
insulin.
Sekarang apa hubungannya obesitas dengan
resistensi insulin à DM
type II ?? DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin
yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin
merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam
mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke
dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.
Peningkatan
kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan
insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan
aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan
glukosa untuk energi. Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal
menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi
glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose.
Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan
lingkungan. Orang yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas.
Bila kedua orang tua obese, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obese.
Bila salah satu orang tua obese, menjadi 40% dan bila orang tuanya tidak obese
prevalensi obese untuk anak turun menjadi 14%.
Sampai
saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab obesitas pada manusia : leptin
receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone
(alpha MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan
Dunnigan partial lypo-dystrophy. Faktor lingkungan yang berperan sebagai
penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma
(neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid), sosial ekonomi.
Ada 2 tipe jaringan lemak yaitu jaringan lemak putih dan jaringan lemak
coklat. Jaringan lemak putih berisi tetes lemak yang banyak sehingga penampakan
terlihat nucleus terdesak ke tepi. Menyimpan terutama trigliserid dan
kolesterol ester. Jaringan lemak coklat berbentuk poligonal. Nucleus meskipun
terletak tidak ditengah tetapi tidak juga di tepi. Sel berwarna coklat, karena
kandungan mitokondrianya. Disebut juga lemak bayi untuk menyimpan panas
(Fawcett, 2002).
Sel
lemak adalah tempat cadangan energi tubuh kita yang cukup besar. Cadangan
energy yang disimpan tidak hanya berasal dari lemak tetapi juga dari
karbohidrat. Asam lemak dilepaskan dari lipoprotein oleh lipoprotein lipase,
masuk ke sel lemak dan diubah menjadi trigliserid. Pada manusia lipolisis di
kontrol oleh reseptor beta adrenergik dan alfa 2 adrenergik untuk reseptor anti
lipolisis. Lemak dikeluarkan dari penyimpanan jika dibutuhkan. Sel lemak
mempunyai peran penting dalam mempertahankan kadar trigliserid dan asam lemak
bebas dalam sirkulasi. Jumlah sel lemak dipengaruhi oleh jumlah masukan
makanan, peningkatan jumlah kortisol, penurunan somatotropin, dan penurunan
aktifitas fisik. Beberapa hormon mempengaruhi sel lemak.
Sekresi
insulin mempercepat pemasukan glukosa ke konversinya menjadi trigliseid,
sekresi epinefrin meningkatkan lipolisis sehingga dilepaskan asam lemak,
adrenokortikoid jika berlebihan berakibat hipertrofi adiposit atau sel lemak,
begitu juga estrogen. Jaringan lemak juga merupakan organ endokrin penting
karena memproduksi beberapa hormon atau protein yang dikenal sebagai adipokin
antara lain: adiponektin, adipsin, leptin, angiotensinogen, PAI-1, resistin,
TGF beta, TNF alfa dan interleukin-6.
Nah
sekarang kita belajar tentang adiponectin yaa..
Adiponektin
yang dihasilkan oleh sel lemak merangsang aktivasi AMPactivated protein kinase
(AMPK). AMPK ini telah dikenal menstimulasi peningkatan produksi energi dengan
meningkatkan transport glukosa, meningkatkan oksidasi asam lemak, meningkatkan
ATP/AMP, meningkatkan aksi insulin, produksi glukosa hepar menurun, sehingga
menyebabkan hipoglikemia. Sebaliknya adiponektin menghambat sintesis lemak.
Penelitian pada tikus dengan diet lemak yang diberi adiponektin terdapat
penurunan kadar glukosa plasma, menurunnya resistensi insulin, peningkatan
toleransi glukosa, penurunan trigliserid dan penurunan berat badan. Penelitian
tentang adiponektin adalah bahwa adiponektin mengalami penurunan dalam
sirkulasi pada orang-orang dengan obesitas dan DM tipe 2. Penurunan adiponektin
juga telah diteliti berkaitan dengan profil lemak atau hiperlipidemia,
resistensi insulin meningkat, dan berhubungan dengan penyakit jantung koroner.
Adiponektin
dapat meningkat kadarnya pada penderita DM yang diberi agonis peroxisme
prolifertion activated reseptor-gamma (ppar-gamma) yaitu
Thiazolidinedione sehingga terjadi penurunan resistensi insulin. Adiponektin dapat menjadi marker seseorang
mempunyai resiko tinggi terhadap kejadian
Toleransi Glukosa Terganggu, yang beresiko terhadap berbagai penyakit.
Adiponektin
mempunyai peran sebagai Anti atherogenik dan penghambatan proliferasi sel otot
polos pembuluh darah pada tunika intima. Hal ini terjadi karena adiponektin dapat
mengikat kolagen subendotel seperti kolagen tipe V,III,X, pada saat jejas
endotel. Adiponektin mencegah keluarnya sitokin seperti TNF-a, menghambat adhesi molekul seperti monosit,
intracellular adhesion molecule-1(ICAM-1), Vacsular cellular adhesion molecule-1(VCAM-1),
and E-selectin, serta menghambat reseptor scaverger class A (SR-A), menghambat
LDL masuk ke intima, menghambat pembentukan sel busa, menghambat proliferasi
dan migrasi sel otot polos dengan kompetisi terhadap reseptor growth factor.
Sekarang mari kita belajar tentang si leptin J
Sel
lemak memproduksi leptin hal ini dijelaskan dari penelitian pada tikus yang
dilakukan lipodistrofi, kadar leptinnya berkurang. Kadar leptin yang kurang
mengakibatkan tikus hiperfagi atau keinginan makan lebih, sementara penggunaan
energi kurang. Akibatnya terjadi hiperlipidemia, obesitas, dan resistensi
insulin. Begitu juga pada defek reseptor leptin. Sebaliknya apabila tikus tadi
diberi leptin terjadi pengurangan keinginan makan, sehingga berat badan menurun
.
Leptin
telah dikenal penting dalam mengatur keseimbangan energi. Sesudah makan, kadar
leptin akan meningkat, menyebabkan rasa kenyang (keinginan makan berkurang)
melalui signal phosphatidyl inositol 3-kinase menyebabkan sekresi insulin,
merangsang efek pada sistem saraf simpatis untuk meningkatkan penggunaaan
energy Terdapat hubungan antara tikus yang obese dengan peningkatan leptin. Hal
ini nampaknya dihubungkan dengan resistensi leptin. Leptin tidak dikenal oleh
reseptornya di otak, sehingga tidak mampu menghambat ekspresi gen Neuropeptide
Y di hypothalamus nucleus ventromedial sehingga pada obesitas terjadi
hiperfagia.
Adapaun yang lainnya yang ikut mempengaruhi adalah…
Angiotensinogen
adalah alfa2 globulin yang diproduksi dan dikeluarkan dalam sirkulasi utamaya
oleh hepar. Tetapi angiotensinogen telah diteliti sejak tahun 1987 juga
dihasilkan oleh jaringan lemak sebagai sumber utama angiotensonogen dari ekstra
hepatik. Angiotensinogen dalam plasma meningkat oleh kortikosteroid, estrogen,
hormon tiroid. Angiotensinogen dengan renin akan dibentuk angiotensin I.
Angiotensin I dengan Angiotensin Converting Enzim (ACE) akan membentuk
angiotensin II. Angiotensin II mempunyai efek yang telah diketahui adalah (1)
menyebabkan vasokontriksi arteri dan vena sehingga meningkatkan tekanan darah;
(2) sekresi ACTH pada hipofisis anterior serta merangsang pengeluaran
norefinefrin dengan aksi dari serabut simpatis posganglionik, menyebabkan
kortek adrenal mengeluarkan aldosteron yang menyebabkan ginjal retensi garam dan
air.
Penelitian
baru menunjukkan pada tikus yang obesitas terdapat peningkatan angiotensinogen.
Penelitian lain walaupun masih controversial, tikus yang diekspresi lebih
angiotensinogen terjadi hipertensi, peningkatan jumlah masa lemak tubuh atau
obesitas. Angiotensinogen yang diekspresikan pada tikus kurus yang hipotensi
menyebabkan tekanan darah naik, masa lemaknya bertambah dan berat badan
meningkat.
Angiotensin
II, Angiotensin Converting Enzym (ACE), renin telah diteliti merangsang
terbentuknya PGI-2 atau prostasiklin sehingga preadiposit berubah atau
berdeferensiiasi menjadi adiposit. Angiotensin II meningkatkan Gliserol-3
Phospat Dehidrogenase (GPDH) sebagai marker sel yang berdeferensiasi.
Sebaliknya pemberian antagonis ACE yaitu captopril, antiprostaglandin
menghambat preadiposit berubah menjadi adiposit, berat badan menurun Penelitian
lain penghambatan ACE berhubungan dengan peningkatan sensitivitas insulin dan
menurunnya DM tipe 2.
Tumor necrosis Faktor alfa adalah sitokin yang juga
diproduksi oleh jaringan lemak dan adiposit, selain juga oleh sel makrofag, sel
limfoid, sel mast, sel endotel, fibroblas dan jaringan syaraf. Sitokin ini
telah diteliti pada binatang dan manusia yang gemuk kadarnya meningkat.
Kadarnya yang meningkat juga dihubungkan dengan penghambatan produksi
adiponektin oleh adipodit, perangsangan TGF beta, peningkatan PAI-1, menekan
oksidasi asam lemak pada hepar, peningkatan sintesis asam lemak dan kolesterol
oleh sel hepar, menginduksi resistensi insulin dengan merangsang serin
fosforilase dari reseptor insulin substrart-1(IRS-1) dengan menggagalkan
pengenalan insulin. Sebaliknya penurunan TNF alfa akan meyebabkan penurunan
berat badan, dan pemberian anti TNF, meningkatkan sensitifitas insulin.
Interleukin-6 telah diteliti kadarnya juga
meningkat pada obesitas. Interleukin-6 yang meningkat ini menyebabkan produksi
adiponektin menurun sehingga terjadi kegagalan toleransi glukosa. Pemberian
IL-6 juga dihubungkan dengan hiperlipidemia, hiperglikemia dan resistensi
insulin. Peningkatan IL-6 merupakan prediktor kejadian diabetes mielitus dan
penyakit kardiovaskuler. Pada sistem saraf sentral kondisi ini terbalik. Pada
obesitas terdapat defisiensi IL-6 sentral. Pemberian IL-6 pada sistem saraf
sentral menyebabkan peningkatan penggunaan energi dan penurunan lemak pada
tikus.
No comments:
Post a Comment