Respons Subselular terhadap Jejas

Respon terhadap kondisi tertentu disertai dengan perubahan yang agak berbeda yang hanya melibatkan organela subselular dan protein sitosolik.

            Katabolisme Lisosomal
           
Lisosom Primer adalah organela intrasel yang dilapisi membran yang mengandung beragam enzim hidrolitik. Lisoson berfusi dengan vakuola yang berisi material yang berfungsi sebagai pencerna pembentu Lisosom Sekunder, atau Fagolisosom. Lisosom terlibat dalam pemecahan material yang dicerna melalui satu dari 2 cara, yaitu:

-. Heterofagi
   Material dari lingkungan eksterna diambil melalui suatu proses yang secara umum disebut Endositosis; pengambilan material yang berukuran lebih besar disebut Fagositosis; dan pengambilan makromulekul yang dapat larut yang lebih kecil dinamakan Pinositosis. Vakuola yang mengalami endositosis dan isinya, akhirnya berdifusi dengan lisosom, menyebabkan degenerasi material yang dapat ditelan.
Heterofagi merupakan hal yang paling mencolok dalam fagosit ‘profesional’; bakteri dicerna dan didegradasi oleh Neutrofil, dan Makorfag manelan dan mangatabolisme sel nekrotik.

-. Autofagi
   Pada proses ini, organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari sitoplasma dalam Vakuola Autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom RER. Kemudian, berdifusi dengan lisosom primer yang sebelumnya telah ada, membentuk Autofagolisosom. Autofagi merupakan fenomena umum yang terlibat dalam penyingkiran organela rusak atau mati, dan pada perbaikan kembali sel yang disertai diferensiasi sel. Autofagi terutama terjadi pada sel yang mengalami atrofi, yang diinduksi oleh kekurangan zat nutrisi atau hormon.

Lisosom dengan debris yang tidak dicerna, bisa menetap dalam sel sebagai Badan-Badan Residual atau bisa dipaksa keluar. Granul Pigmen Lipofuscin menunjukkan material yang tidak dapat dicerna, yang dihasilkan dari peroksidasi lipid intrasel, dan pigmen tertentu yang tidak dapat dicerna, seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau pigmen yang diinokulasi pada tato, dapat menetap dalam fagolisosom pada satu makrofag selama beberapa dekade.

Lisosom juga merupakan gudang penimbunan material sel terasing yang tidak dapat dimetabolisme dengan sempurna. Gangguan Penyimpanan Lisosom herediter, disebabkan oleh defisiensi enzim yang mendegradasi berbagai makromolekul, menyebabkan penimbunan metabolit intermedia abnormal dalam lisosom sel di seluruh tubuh; neuron paling rentan terhadap cedera letal akibat akumulasi seperti ini.

Induksi (Hipertrofi) Retikulum Endoplasma Halus

Pemakaian Barbiturat yang terus menerus menimbulkan peningkatan toleransi sehingga dosis berulang menimbulkan pemendekan durasi tidur secara progresif. Oleh karena itu, pasien dikatakan mampu beradaptasi dengan obat tersebut.

Adaptasi tersebut disebabkan oleh induksi dengan penambahan volume (hipertrofi) SER hepatosit, yang memetabolisme obat melalui sistem oksidase fungsi campuran P-450 yang terdapat di sana. Tujuan modifikasi enzim itu adalah meningkatan daya larut berbagai senyawa, sehingga mempermudah ekskresinya.

Walaupun hal tersebut sering dijelaskan sebagai Detoksifikasi, tetapi kenyataan lebih banyak senyawa diubah oleh modifikasi P-450 yang lebih berbahaya.

Perubahan Mitokondria

Pada hioertrofi selular terdapat penembahan jumlah mitokondria dalam sel; sebaliknya, jumlah mitokondria berkurang selama atrofi sel.

Mitokondria dapat berukuran sangat besar dan berbetuk abnormal (Megamitokondria), seperti yang tampak pada hepatosit dalam keadaan berbagai difisiensi nutrisi dan penyakit hati alkoholik.

Pada penyakit metabolik otot rangka yang diturunkan tertentu, terdapat Miopati Mitokondrial, defek pada metabolisme mitokondria yang disertai peningkatan sejumlah mitokondria besar yang tidak biasa, yang mengandung kridta abnormal. 

Abnormalitas Sitoskeletal

Sitoskeletal penting untuk:
-. Transpor intraselular organel dan molekul
-. Mempertahankan arsitektur sel dasar (misalnya, polaritas sel, membedakan atas dan bawah)
-. Membawa sinyal sel-sel dan sel-matriks ekstrasel menuju nukleus
-. Kekuatan mekanis untuk keutuhan jaringan
-. Mobilitas sel
-. Fagositosis

Abnormal sitoskeleton terjadi pada berbagai kondisi patologis. Perubahan itu dapat direfleksikan dengan suatu gambaran dan gungsi sel abnormal, gerakan organel intrasel yang menyimpang, defek daya gerak sel, atau akumulasi meterial fibrilar intraselular.

Protein syok Panas

Salah satu respons biologik adaptif yang dijaga dalam hirarki filogenetik adalah produksi Protein Stres setelah rangsang yang berpotensi berbahaya.

Protein Syok Panas (HSP) berperan penting pada pemeliharaan/perawatan protein intrasel normal, termasuk proses pelipatan protein (Protein Folding), disagregasi kompleks protein, dan transpor protein menuju berbagai organel intraselular, oleh karena itu HSP disebut juga Chaperone.

HSP diinduksi setelah rangsangan berbahaya yang tak terduga berperan penting dalam pelipatan kembali polipeptida yang mengalamidenaturasi, untuk memperbaiki fungsinya sebelum menimbulkan disfungsi atau kematian sel yang serius.

Sebagai alternatif, ketika pelipatan kembali tidak berhasil, protein terdenaturasi yang tidak dapat diperoleh kembali ditandai dengan ikatan molekul HSP ubiquitin; pengikatan ubiquitin menargetkan protein tersebut untuk katabolisme sitosolik oleh Proteasom, suatu kumpulan partikel proteinase nonlisosomal.

Fakta bahwa HSP chaperone ditemukan di mana-mana dan diinduksi sangat kuat pada lingkungan stres selular subletal menunjukkan behwa HSP chaperone berperan dalam adaptasi sel terhadap jejas.

Akumulasi Intrasel

            Pada beberapa kondisi, sel dapat mengakumulasi sejumlah zat abnormal. Akumulasi tersebut dapat membahayakan atau menyebabkan berbagai tingkat cedera. Lokasi substansi tersebut mungkin di dalam sitoplasma, organel (khususnya lisosom), atau dalam nukleus.

            Terdapat 3 jalur umum yang selnya dapat menambah akumulasi intrasel abnormal.
  1. Zat normal diproduksi dengan kecepatan normal atau kecepatan yang meningkat, tetapi kecepatan metabolik tidak adekuatuntuk menyingkirkannya. Suatu contoh untuk jenis proses tersebut adalah Perlemakan Hati.
  2. Zat endogen normal atau abnormal menumpuk karena defek genetik atau didapat pada metabolisme, pengemasan, transpor, atau sekresinya. Satu contohnya adalah defek enzimatik genetik pada jalur metabolik spesifik; gangguan yang dihasilkan disebut Penyakit Simpanan. Pada kasus lain, mutasi menyebabkan defek pelipatan dan transpor, dan akhirnya akumulasi protein (misalnya, Defesiensi α1-Antitripsin).
  3. Zat eksogen abnormal disimpan dan menumpuk karena sel tidak memiliki mesin enzimatik untuk mendegradasi zat, dan juga tidak mampu mengangkutnya ke tempat lain. Akumulasi partikel Karbon atau Silika merupakan contoh jenis perubahan tersebut.

Perlemakan

Perlemakan atau Steatosis  menunjukkan setiap akumulasi abnormal Trigliserida dalam sel Parenkim, dan di setiap tempat, akumulasi lemak tampak sebagai vakuola jernih dalam sel parenkim. Walaupun perlemakan merupakan indikator jejas yang Reversibel, kadang-kadang perlemakan ditemukan dalam sel yang berdekatan dengan sel yang mengalami Nekrosis. Perlemakan sering terlihat di Hati karena merupakan organ utama yang terlibat dalam metabolisme lemak, tetapi juga dapat terjadi di jantung, otot rangka, ginjal, dan organ lain. Steatosis dapat disebabkan oleh Toksin, Malnutrisi Protein, Diabetes Melitus, Obesitas, dan Anoksia.

Asam lemak bebas dari jaringan adiposa atau makanan yang ditelan normalnya diangkut ke dalam Hepatosit; di hepatosit makanan diesterifikasi menjadi trigliserida, diubah menjadi Kolesterol atau Fosfolipid, atau dioksidasi menjadi Badan Keton. Beberapa asam lemak juga disintesis dari asetat di dalam hepatosit. Keluarnya trigliserida dari hepatosit harus berikatan dengan Apoprotein untuk membentuk Lipoprotein, yang kemudian melintasi sirkulasi. Akumulasi berlebihan trigliserida dapat disebabkan oleh defek pada setiap tahapan dari masuknya asam lemak sampai keluarnya lipoprotein, sehingga menyebabkan kejadian perlemakan hati setelah berbagai gangguan hati. Hepatotoksin (misalnya, alkohol) mengubah fungsi SER dan mitokondrial; CCl4 dan malnutrisi protein menurunkan sintesis apoprotein; anoksia menghambat oksidasi asam lemak; dan kelaparan meningkatkan mobilisasi asam lemak dari cadangan perifer.

Apabila ringan, perlemakan tidak memiliki efek pada fungsi sel. Perlemakan yang lebih berat secara transien dapat menganggu fungsi sel, tetapi kecuali jika beberapa proses intrasel terganggu secara ireversibel (misal, pada keracunan CCl4), perlemakan bersifat reversibel. Dalam bentuk yang berat, perlemakan dapat mengawali kematian sel, tetapi harus ditekankan bawa sel dapat mati tanpa mengalami perlemakan.

Kolesterol dan Ester Kolesteril

Metabolisme kolesterol selular diatur ketat untuk memastikan sintesis membran sel normal tanpa akumulasi intrasel yang berarti. Namun, sel fagositik bisa menjadi sangat terbebani dengan lipid (trigliserida, kolesterol, dan ester kolesteril) pada beberapa proses patologik yang berbeda.

Makrofag Scavenger (makrofag yang mengganggu reaksi kimia) berkontak dengan debris lipid sel nekrotik atau bentuk abnormal (misal, teroksidasi) lipid plasma menyebabkan terisi penuh lipid karena aktivitas fagositiknya. Makrofag ini terisi dengan vakuola lipid kecil yang terikat membran, memberikan gambaran busa pada sitoplasma (Sel Busa). Pada Aterosklerosis, , otot sel polos dan makrofag terisi dengan vakuola lipid yang terdiri atas kolesterol dan ester kolesteril; hal ini menyebabkan plak aterosklerosis berwarna kuning khas dan mempunyai kontribusi terhadap patogenesis lesi. Sekelompok makrofag yang berbusa membentuk massa yang disebut Xanthoma.

Protein

Secara morfologis, akumulasi protein yang terlihat lebih jarang terjadi dibandingkan akumulasi lipid; akumulasi protein dapat terjadi karena kelebihan protein disajikan pada sel atau karena sel menyintesis protein dalam jumlah yang berlebih.

Contohnya adalah pada Proteinuria dan akumulasi nyata Imunoglobin yang baru disintesis yang dapat terjadi di RER beberapa sel plasma, menghasilkan Badan Russel eosinofilik bulat.

Glikogen

Deposit glikogen intrasel yang berlebih disebabkan oleh abnormalitas metabolisme glukosa atau glikogen. Pada diabetes melitus yang tidak terkontrol baik, contoh utama penyimpangan metabolisme glukosa adalah akumulasi glikogen di epitel Tubulus Ginjal, Miosit Jantung, dan Sel Beta Pulau Lengerhans. Glikogen juga berakumulasi dalam sel di sekelompok gangguan genetik yang terkait erat yang secara kolektif disebut Penyakit Penimbunan Glikogen, atau Glikogenesis. Pada penyakit tersebut, defek enzim pada sintesis atau pemecahan glikogen menghasilkan penimbunan masif, dengan cedera sekunder dan kematian sel.

Pigmen

Pigmen merupakan sebstansi berwarna yang bersifat eksogen atau endogen.
Pigmen eksogen yang tersering adalah Karbon (misalnya, debu batu bara). Agregat pigmen nyata sekali menghitamkan aliran kelenjar getah bening dan parenkim paru (Antrakosis). Akumulasi berat dapat menginduksi Emfisema atau reaksi fibroblastik yang dapat mengakibatkan penyakit paru serius, disebut Pneumokoniosis Paru Penambang Batu Bara.
Pigmen endogen meliputi Lipofuscin, Melanin, dan derivat tertentu Hemoglobin.

Lipufuscin atau ‘Wear and Tear Pigment’, merupakan material intrasel glanular kuning kecoklatan tak mudah larut, yang berakumulasi dalam berbagai jaringan (terutama jantung, hati, dan otak) sebagai suatu fungsi umur atau atrofi. Lipofuscin menggambarkan kompleks lipid dan protein yang berasal dari radikal bebas perokdasi terkatalisis pada lemak Polyunsaturated membran subselular. Lipofuscin tidak mencederai sel, tetapi penting sebagai penanda cedera radikal bebas di masa lalu. Bila tampak jelas di jaringan, lipofuscin disebut Atrofi Coklat.

Melanin adalah pigmen hitam-coklat endogen yang dibentuk oleh Melanosit saat enzim Tironase mangatalisis oksidasi tirosin menjadi Dihidroksifenilalanin. Melanin disintesis secara ekslusif oleh melanosit, sel spesifik yang secara khas ditemukan pada epidermis dan berperan sebagai tabir endogen melawan Radiasi Ultraviolet yang sangat berbahaya. Walaupun melanosit adalah satu-satunya sumber melanin, Keratinosit Basal yang berdekatan di kulit dapat mengakumulasi pigmen (misalnya, bintik-bintik di kulit), atau bisa diakumulasi dalam makrofag dermal.

Hemosiderin adalah pigmen glanular yang berasal dari hemoglobin yang berwarna kuning-keemasan sampai coklat dan berakumulasi dalam jaringan saat terdapat kelebihan zat besi lokal atau sistemik. Setiap saat terdapat kelebihan beban zat bsi sistemik, hemosiderin tersimpan dalam banyak organ dan jaringan, suatu keadaan yang disebut Hemosiderosis.

Kalsifikasi Patologik

            Kalsifikasi patologik secara tak langsung menunjukkan deposisi abnormal garam kalsium, bersama dengan sejumlah kecil zat besi, magnesium, dan mineral lain.
           
Kalsifikasi Distrofik

Kalsifikasi jenis ini adalah deposisi di jaringan yang telah mati atau akan mati, terjadi dalam keadaan tidak ada kekacauan metabolik kalsium. Kalsifikasi distrofik sering merupakan penyebab disfungsi organ.

Patogenesis kalsifikasi distrofik meliputi Inisiasi (atau Nukleasi) dan Propagasi, keduanya dapat merupakan intrasel atau ekstrasel; produk akhir puncak adalah pembentukan kristal Kalsium Fosfat.

Inisiasi di tempat ekstrasel terjadi pada vesikel yang pada kartilago dan tulang normal, disebut Vesikel Matriks, dan pada kalsifikasi patologik berasal dari sel-sel yang mengalami degenerasi. Sedangkan akumulasi fosfat terjadi akibat kerja Fosfatase yang dibungkus oleh membran. Inisiasi kalsifikasi intrasel ini terjadi dalam mitokondria sel yang telah mati atau akan mati, yang telah kehilangan kemampuannya mengatur kalsium intrasel.

Setelah inisiasi di salah satu lokasi, terjadi propagasi pembentukan kristal. Keadaan tersebut bergantung pada konsentrasi Ca++ dan PO4- di ruang ekstrasel, adanya inhibitor mineral, dan gerajat kolagenasi. Kolagen meningkatkan kecepatan pertumbuhan kristal, tetapi protein lain seperti Osteopontin (suatu fosfoprotein asam yang mengikat kalsium) juga terlibat.


Kalsifikasi Metastatik

Kalsifikasi metastatik dapat terjadi di jaringan normal setiap kali terdapat Hiperkalsemia; jelas, hiperkalsemia juga memperburuk kalsifikasi distrofik. 4 penyebab utama hiperkalsemia adalah:
-. Peningkatan Sekresi Hormon Paratiroid, akibat tumor paratiroid primer atau produksi oleh tumor ganas lain.
-. Destruksi Tulang akibat pengaruh penggantian yang terakselerasi (misalnya, Penyakit Paget), imobilisasi, atau tumor.
-. Gangguan Yang Berhubungan Dengan Vitamin D dan Sarcoidosis (makrofag mangaktifkan prekursor vitamin D)
-. Gagal Ginjal, yang retensi fosfatnya menimbulkan Hiperparatiroidisme Sekunder.

Jejas Sel Reversibel dan Ireversibel

Mekanisme Umum

Dalam keterbatasannya, sel dapat mengompensasi 4 gangguan yang paling umum pada sel yang telah dijelaskan pada awal bagian, dan jika rangsang yang membuat jejas dihilangkan, sel kembali ke keadaan normal. Namun begitu, cedera yang persisten atau berlebihan menyebabkan sel melewati ambang batas dan masuk ke kondisi Jejas Ireversibel.

Keadaan tersebut disertai kerusakan luas pada semua membran, pembengkakan lisosom, vakuolisasi mitokondria, sehingga terjadi penurunan untuk membentuk ATP. Kalsium ekstrasel masuk ke dalam sel, dan cadangan kalsium intrasel dikeluarkan, menyebabkan aktivasi enzim yang dapat mengatabolisasi membran, protein, ATP, dan asam nukleat.

Namun begitu, 2 fenomena umum yang menandai keadaan ireversibel adalah:
-.Kedidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria, bahkan setelah resolusi jejas asal
-. Terjadinya gangguan fungsi membran yang besar, yang dapat disebabkan oleh (1) Kehilangan progresif fosfolipid membran, (2) Abnormalitas sitoskeletal, (3) Radikal oksigen toksik, dan (4) Produk pemecahan lipid, yang memiliki efek pembersih pada membran.

Hasil akhir dari 2 hal di atas atau mekanisme kerusakan membran apa pun adalah Kebocoran Masif Material intrasel dan Influks Masif Kalsium, dengan akibat yang telah dibahas sebelumnya.

Setelah kematian sel, kandungan sel secara progresif terdigesti oleh Hidrolase Lisosomal; selanjutnya terjadi kebocoran luas enzim sel yang berpotensi destruktif, masuk ke ruang ekstrasel. Sel mati akhirnya dapat digantikan dengan massa fosfolipid berulir besar yang disebut Gambaran Mielin. Presipitat fosfolipid tersebut kemudian difagositosis oleh sel lain atau selanjutnya didegradasi menjadi asam lemak kalsifikasi residu asam lemak seperti itu menghasilkan pembentukan Sabun Kalsium.

Anda sedang membaca artikel tentang Respons Subselular terhadap Jejas dan anda bisa menemukan artikel Respons Subselular terhadap Jejas ini dengan url http://mantankoas.blogspot.com/2016/04/respons-subselular-terhadap-jejas.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Respons Subselular terhadap Jejas ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Respons Subselular terhadap Jejas sebagai sumbernya.

No comments:

Post a Comment