Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tingginya tekanan
darah diatas batas normal. Kriteria WHO menyatakan seseorang dikatakan
hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik sama atau lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 95 mmHg.
Berdasar penyebabnya hipertensi dibagi 2, yaitu:
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial yang
tidak diketahui sebabnya,disebut juga hipertensi idiopatik. Hipertensi esensial
meliputi hampir 90% dari seluruh penderita hipertensi. Faktor risiko yang
diduga berperan diantaranya yaitu faktor genetik, biologis, tinggi dan berat
badan, faktor diet dan faktor lain seperti merokok, konsumsi kopi, kebisingan
dan pengaruh sosial-psikologis, hiperaktivitas simpatis, sistem rennin
angiotensin, defek ekskresi Na serta peningkatan Na dan Ca intraseluler
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
Hipertensi ini mencakup 10% dari total penderita keseluruhan. Hipertensi ini
memiliki kausa yang diketahui seperti penggunaan preparat estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vaskuler-renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi terkait kehamilan, dan lain-lain
(Mansjoer et al, 2001; Domino & Kaplan, 2005).
Tabel 2.1. Klasifikasi hipertensi pada dewasa usia
>18tahun (JNC VII)
Klasifikasi Tekanan Darah
|
Sistolik (mmHg)
|
Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
< 120
|
Dan <80
|
Pre hipertensi
|
120-139
|
Atau 80-89
|
Hipertensi stage I
|
140-159
|
Atau 90-99
|
Hipertensi stage II
|
>160
|
Atau >100
|
Seseorang yang pre hipertensif rata-rata akan berlanjut ke kondisi
hipertensi pada usia yang lebih tua.
Epidemiologi
Pada umumnya hipertensi diderita oleh seseorang
yang berusia lebih dari 40 tahun dengan prevalensi yang akan terus meningkat
seiring pertambahan usia. Prevalensi di Indonesia menunjukkan bahwa pada
golongan umur 50 tahun jumlahnya sekitar 10% tapi pada usia diatas 60 tahun
mencapai 20-30% (Kiando, 1997). Distribusi penderita pada kelompok umur kurang
dari 31 tahun 5%, usia antara 31-44 tahun 8-10%, usia lebih dari 45 tahun
sebesar 20%. Perbandingan berdasar jenis kelamin menunjukkan bahwa wanita lebih
banyak menderita hipertensi.
Etiologi
Kejadian hipertensi dipengaruhi banyak faktor.
Seseorang yang memiliki orang tua penderita hipertensi mempunyai peningkatan
risiko 2 kali lebih besar (Stassien et al,2003). Organ yang memiliki peran
dalam hipertensi secara genetik adalah ginjal. Hal ini ditunjukkan pada studi terhadap 85 pasien
transplantasi ginjal dimana resipien yang menerima ginjal hipertensi akan
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi (Guidi et al, 2005).
Patogenesis
Tekanan darah ditentukan oleh kecepatan denyut
jantung, volume sekuncup (cardiac output)
dan tahanan perifer total (TPR), sehingga peningkatan salah satu variabel yang
tidak dikompensasi akan menyebabkan hipertensi. Ketiga variabel tersebut bisa
dipengaruhi oleh peningkatan rangsangan saraf simpatis yang dapat meningkat
kadarnya karena faktor stress berkepanjangan atau hipereaktivitas yang
berlebihan karena kelebihan reseptor epinefrin di jantung dan otot polos
vaskuler.
Peningkatan
volume sekuncup pada penderita hipertensi dapat diawali jika terjadi
peningkatan volume plasma yang berkepanjangan baik karena gangguan ekskresi
garam dan air maupun konsumsi garam yang berlebihan. Gangguan ekskresi garam
dan air bisa disebabkan oleh peningkatan sekresi renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal. Peningkatan volume plasma pada akhirnya akan
meningkatkan volume diastolik akhir atau preload jantung. Preload jantung yang
tinggi akan meningkatkan tekanan darah sistolik (Guyton, 1998).
Peningkatan TPR yang lama dapat disebabkan
rangsangan saraf simpatis atau hormon pada arteriol ataupun hipereaktivitas
arteriol terhadap rangsangan yang normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah. Pada nilai TPR yang tinggi, jantung harus
bekerja keras untuk memompa guna menciptakan tekanan ynag lebih kuat.
Peningkatan ini menyebabkan kenaikan tekanan diastolik, yang dalam jangka waktu
lama bisa mengakibatkan hipertrofi ventrikel. Hipertrofi dalam jangka waktu
lama bisa menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Guyton,
1998; Ganong, 1983).
a. Hipertensi esensial
Patogenesis hipertensi esensial bersifat
multifaktorial. Faktor genetik, lingkungan dan faktor lain hiperaktivitas saraf simpatis, resistensi
insulin, sistem renin angiotensin.
b. Hipertensi sekunder
Penyebab hipertensi sekunder umumnya sudah
diidentifikasi diantaranya penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal,
kehamilan, hiperkalsemia akibat hipertiroid, akromegali dan obat golongan
siklosporin dan OAINS (Massie & Stephen, 2005).
Faktor Risiko Hipertensi
Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak
faktor. Umur, jenis kelamin, dan genetik merupakan faktor yang tidak dapat
diubah sedang obesitas, kurang olahraga, merokok dan stress merupakan faktor
yang terkontrol (Pinzon, 1999).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipertensi bervariasi dari
asimtomatik yang hanya diketahui dari pemeriksaan fisik saja hingga gejala
berat seperti sakit kepala, epistaksis dan pandangan mata kabur (Braunwald,
2001).
Gejala yang dikeluhkan pasien disebabkan oleh :
(1)
Kenaikan tekanan darah itu sendiri.
(2)
Penyakit vaskular hipertensif.
(3)
Penyakit yang mendasari hipertensi sekunder.
Peningkatan tekanan darah
intrakranial akan menyebabkan nyeri kepala oksipital yang memberat di pagi hari
kadang disertai palpitasi, dan rasa pening. Keluhan yang terkait penyakit
vaskuler diantaranya epistaksis, hematuria, pandangan kabur, rasa lemah dan
pening maupun angina pektoris.
Gejala terkait hipertensi sekunder biasanya
berhubungan dengan penyakit penyebab seperti poliuria dan nokturia, peningkatan
berat badan dan ketidakstabilan emosi pada sindrom Cushing serta sakit kepala
episodik, palpitasi dan diaforesis pada feokromositoma (Fisher & Gordon,
2005).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat
hipertensi dan lama menderita hipertensi , riwayat dan gejala penyakit yang
berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, angina pektoris,
penyakit serebrovaskuler, diabetes melitus, kelainan ginjal, atau insufisiensi
vaskuler perifer. Riwayat kenaikan berat badan atau penurunan berat badan serta
faktor risiko lain sepereti merokok, minum-minuman keras, riwayat keluarga,
gaya hidup termasuk diet, aktivitas fisik, status keluarga, pekerjaan dan
tingkat pendidikan.
Keterangan mengenai pengobatan yang sedang
dijalani seperti kortikosteroid, dan khusus pada wanita mengenai jenis
kontrasepsi yang digunakan mengingat kontrasepsi oral dapat mengiduksi
hipertensi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menggunakan tensimeter merupakan
alat diagnosa yang penting. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan setelah
dua kali pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikan yang
tinggi atau gejala klinis khas atau peningkatan tekanan darah terkait penyakit
sekunder seperti gagal ginjal kronis, gagal jantung, stroke maupun risiko
penyakit koroner (Massie & Stephen, 2005).
Pengukuran menggunakan manset yang sesuai atau 80%
menutupi lengan, dilakukan setelah pasien beristirahat cukup, minimal setelah 5
menit berbaring dan dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak
3-4 kali pemeriksaan, dengan interval 5-10 menit dan minimal 30 menit setelah
merokok dan minum kopi. Hasil pengukuran di tempat praktek biasanya lebih
tinggi dibanding dirumah. Oleh karenanya untuk follow up pengobatan sebaiknya
digunakan pengukuran di rumah.
Perbandingan antara berat badan dan tinggi badan
perlu dicari untuk menentukan Indeks Massa Tubuh. Pada pasien yang
teridentifikasi hipertensi perlu dilakukan funduskopi guna melihat retinopati
hiperetensi dimana bisa ditemukan defek persilangan arteriovenosa, perdarahan
maupun eksudat (Andreoli et al, 1997).
Pemeriksaan leher untuk mencari bising karotis,
kelenjar tiroid. Pemeriksaan jantung untuk mendapatkan gangguan irama jantung,
kardiomegali, dekompensasi kordis. Kelainan ginjal, bising karena stenosis
arteri renalis bisa diketahui dengan pemeriksaan abdomen.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan sesuai
indikasi tergantung pada kerusakan organ yang sudah terjadi dan faktor risiko
lain untuk menentukan penyakit sekunder yang mendasari. Urinalisa untuk
mengetahui fungsi ginjal, darah perifer lengkap, kimia darah, elektrolit, gula
darah, profil lipid, kolesterol dan elektrokardiografi dipakai untuk menilai fungsi
organ yang terkait dengan hipertensi.
No comments:
Post a Comment