(International
Standards for TB care-ISTC) diterbitkan oleh IDI 2008
STANDARD
UNTUK PENGOBATAN
Standard
7
Setiap
praktisi yang mengobati pasien tuberculosis mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat
yang penting. Untuk memenuhi tanggungjawab ini, praktisi tidak hanya wajib
memberikan panduan obat yang memadai tapi juga harus mampu menilai kepatuhan
pasien kepada pengobatan serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi.
Dengan melakukan hal itu, penyelenggara kesehatan akan mampu meyakinkan
kepatuhan kepada panduan sampai pengobatan selesai.
Standard
8
Semua
pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus
diberi panduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang bioaviabilitasnya telah diakui.
Fase
awal seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
Fase
lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan
selama 4 bulan. Isonoazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan panduan
alternative pada faase lanjutan yang dapat dipakai jika kepaatuhan pasien tidak
dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko tinggi untuk gagal dan kambuh,
terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV.
Dosis
obat anti tuberculosis harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi
dosis tetap yang terdiri dari:
ü
kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin)
ü
kombinasi 3 obat (isoniazid, rifampisin dan
pirazinamid)
ü
kombinasi 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid
dan etambutol) sangat direkomendasikan terutama jika menelan obat tidak
diawasi.
*)
lihat addendum
Standard
9
Untuk
membina dan menilai kepatuhan (adherence) kepada pengobatan, suatu
pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan
pasien dan raasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan,
seharusnya dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan seharusnya
sensistif terhadap jenis kelamin dan spesifik untuk berbagai usia dan harus memanfaatkan
bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan serta layanan pendukung yang
tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.
Elemen
utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-cara
menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap panduan obat dan menangani ketidak
patuhan, bila terjadi.
Cara-cara
ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah
pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Cara-cara ini dapat mencakup
pengawasan langsung menelan obat (directly observed theraphy-DOT) oleh
pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan system
kesehatan.
Standard
10
Semua
pasien harus dimonitor responnya terhadap terapi; penilaian terbaik pada pasien
tuberculosis ialah pemeriksaan dahak mikroskopk berkala (dua specimen) paling
tidak pada waktu fase awal pengobatan selesei (dua bulan), pada lima bulan dan
pada akhir pengobatan. Pasien dengan sediaan apus dahak positif pada pengobatan
bulan kelima harus dianggap gagal pengobatan dan pengobatan harus dimodifikasi
secara tepat (lihat standard 14 dan 15). Pada pasien tuberculosis ekstra paru
dan pada anak, respon pengobatan terbaik dinilai secara klinis. Pemeriksaaan
foto thoraks umumnya tidak diperlukan dan dapat menyesatkan.
*)
lihat addendum
Standard
11
Rekaman tertulis
tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis dan efek samping
seharusnya disimpan untuk semua pasien.
Standard
12
Didaerah
dengan prevalensi HIV tinggi pada populasi umum dan daerah dengan kemungkinana
tuberculosis dan infeksi HIV muncul bersamaan, konseling dan uji HIV
diindikasikan bagi semua pasien tuberculosis sebagai bagian penatalaksaan
rutin. Didaerah dengan prevalensi HIV yang lebih rendah, konseling dan uji HIV
diindikasikan bagi pasien tuberculosis dengan gejala dan/atau tanda kondisi
yang berhubungan dengan HIV dan pada pasien tuberculosis yang mempunyai riwayat
risiko tinggi HIV.
Standard
13
Semua
pasien dengan tuberculosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk menentukan
perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa pengobatan
tuberculosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral
seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat kompleksnya
penggunaan serentak obat anti tuberculosis dan anti retroviral, konsultasi
dengan dokter ahli dibidang ini sangat direkomendasikan sebelum mulai pengobatan serentak untuk infeksi HIV dan
tuberculosis, tanpa memperhatikan mana yang muncul lebih dahulu. Bagaimanapun
juga pelaksanaan pengobatan tuberculosis tidak boleh ditunda. Pasien
tuberculosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai
pencegahan infeksi lainnya.
Standard
14
Penilaian
kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu, pajanan
dengan sumber yang mungkin resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam
masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien. Pasien gagal pengobatan dan
kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinannya akan resistensi obat.
Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitivity
obat terhadap isoniazid, rifampisin, dan etambutol seharusnya dilaksanakan
segera.
Standard
15
Pasien
tuberculosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya
diobati dengan panduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberculosis lini
kedua. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif dan
pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Cara-cara yang berpihak
kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam
pengobatan pasien dengan MDR-TB harus dilakukan.
Untuk
standard Diagnosis bisa dilihat disini
Informasi
untuk International Standard for TB care:
Dr.
Hj. Jemfy naswil (PB IDI Jakarta)
TELP.
(021) 3150679 / 0818-1188-65
Email
: jemfynaswil[at]yahoo.com / pbidi[at]idola.net.id
Program
Nasional Penanggulangan TBC
Telp : (021) 4280-4154
Email : tbcsurveillanceid[at]yahoo.com
Web : www.tbcindonesia.or.id
Dr.
Erlina Burhan, Sp.P (PP PDPI)
Telp : 0816-1628-471
Email : paru[at]cbn.net.id
No comments:
Post a Comment