HIV adalah virus yang hidup dan berkembang di dalam
tubuh manusia dan melemahkan sistem kekebalan / imun tubuh. Virus ini
menurunkan sistem imun tubuh manusia dengan cara merusak atau menghancurkan
sel-sel imun seperti Sel T, CD4+ dan makrofag. HIV berbeda dengan AIDS (
Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang
dialami akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat dari infeksi HIV.
Namun, kekebalan tubuh juga dapat menurun karena pengaruh lain selain HIV,
misalnya karena obat-obatan steroid. Steroid dosis tinggi dapat menunrunkan
jumlah imunoglobulin A, G, dan M di dalam darah.
HIV
menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum
terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan
masa menyusui. HIV tidak ditularkan selain dengan cara-cara yang disebutkan di
atas. Hal ini sangat penting diketahui oleh tenaga medis karena informasi ini
belum banyak diketahui oleh masyarakat dan menjadi tugas dari tenaga medis
untuk menjelaskan fakta yang sebenarnya dari penularan HIV.
Perjalanan Penyakit HIV
Dasar
utama patogenesis HIV adalah berkurangnya limfosit T helper/induser yang memiliki marker CD 4 (sel T4). Limfosit T4 merupakan
sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi
fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler,
terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat
antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel T4.
Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target dan ia melepas “bungkusnya”
kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat
bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengumpulkan
bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan
berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan
kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi
penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita
tersebut, yang lambat laun akan merusak sampai jumlah tertentu dari sel T4.
Setelah
beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan
terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara
terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi)
adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak
dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi
kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau
hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena
penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung
menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.
Stadium Klinis Infeksi
Stadium
klinis infeksi HIV ada 4:
1. Stadium Klinis I
–
Tanpa gejala
–
Limfadenopati generalisata yang persisten
2. Stadium Klinis II
–
Kehilangan BB < 10%
–
Gambaran mukokutaneus minor
–
Herpes zoster
–
Angular cheilitis
–
Recurrent oral ulceration
–
Papular pruritic eruption (PPE)
–
Seborrhoeic dermatitis
–
Fungal nail infection
3. Stadium Klinis III
–
Kehilangan BB > 10%
–
Diare kronis > 1 bulan
–
Demam berkepanjangan > 1 bulan
–
Kandidiasis mulut persisten
–
Oral hairy leukoplakia
–
Tuberkulosis paru
–
Infeksi bakteri yang parah
–
Anemia yang tidak dapat diterangkan sebabnya, trombositopenia,
neutropenia
4. Stadium Klinis IV
–
Sindroma wasting HIV
–
PCP
–
Penumonia bakterial berulang
–
Herpes simplkes kronis
–
Toksoplasmosis otak
–
CMV
–
Kandidiasia esofagus, trakea, bronkus, atau paru
–
Mikobakteriosis
–
TB luar paru
–
Limfoma
–
Sarkoma kaposi
–
Ensefalopati HIV
Para ahli masih belum sepakat mengenai kapan waktu yang terbaik
untuk memulai pengobatan HIV / terapi antiretroviral. Namun ada beberapa
rekomendasi yang bersumber dari penelitian-penelitian teraru, diantaranya: Menurut
rekomendasi WHO, orang dewasa dan remaja dengan HIV sebaiknya memulai terapi
antiretroviral ketika:
·
Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang
jumlah CD4
·
Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah
CD4 <350/mm3
·
Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan
jumlah CD4 <200/mm3
Apabila tes CD4 tidak dapat
dilaksanakan, maka terapi antiretroviral sebaiknya dimulai ketika:
·
Infeksi HIV Stadium IV, tanpa memandang jumlah limfosit
total
·
Infeksi HIV Stadium III, tanpa memandang jumlah limfosit
total
·
Infeksi HIV Stadium II dengan jumlah limfosit total
<1200/mm3c
No comments:
Post a Comment