Secara spesifik, perubahan-perubahan
pada lansia yang bisa memperngaruhi farmakokinetik obat yaitu:
- Berat Badan
Total: menurun karena penurunan jumlah cairan intraseluler
sesuai dengan meningkatnya
usia. Keadaan ini akan dapat
mengakibatkan menurunnya distribusi obat yang sebagian besar terikat air (misalnya litium).
- Penurunan massa otot: menyebabkan distribusi obat yang sebagian besar terikat otot akan menurun, misalnya digoksin (konsentrasi obat bebas
meningkat).
- Peningakatan
kadar lemak tubuh: terjadi peningkatan kadar obat yang larut lemak (misalnya diazepam) terutama pada wanita lansia.
- Penurunan
kadar albumin: menyebabkan penurunan ikatan obat dengan protein dan meningkatnya proporsi obat bebas
disirkulasi (antara lain salisilat,
tiroksin, warfarin, obat AINS).
Dari masalah-masalah
tersebut diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa efek medikasi pada
lansia bergantung pada beberapa hal yaitu:
- Pharmakokinetic dan pharmakodinamic
obat
- Status klinis dari lansia tersebut
(keadaan hidrasi, nutrisi dan cardiac output)
- Bagaimana ketaatan penggunaan obat
tersebut, hal ini berkaitan dengan cara pemakaian obat apakah susah atau
simple
- interaksi antara obat dan makanan,
obat dan obat, dsb.
- dosis dan rute administrasi
Kalau dalama
penggunaan antibiotic/antimikroba, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian farmakoterapi:
- Memahami
spektrum kerja antimikroba yang
hendak digunakan.
- Antimikroba
yang efektif in-vitro tetapi tidak dapat mencapai tempat infeksi.
- Mengetahui
masalah ada tidaknya resistensi
terhadap kuman patogen setempat.
- Keamanan
penggunaan antimikroba: cegah penggunaan antimikroba yang mempunyai efek
samping yang serius atau yang sering.
- Menghemat
biaya dengan merubah terapi intravena ke oral yang tepat.
Kita harus menyesuaikan kekuatan dan sensitifitas obat terhadap agen
penginfeksi dengan ada tidaknya resistensi terhadap obat tertentu. Sehingga
kita dapat memberikan obat yang sesuai dan menghindari pengobatan yang
inadekuat. Selain itu kita juga memperhatikan efek samping yang dapat mengganggu
kenyamanan pasien selama menjalani terapi. Contohnya kaptopril (anti
hipertensi) yang dapat mengakibatkan/memperparah batuk pada pasien, dapat
diganti dengan Haytrin, Methil Dopa, Propanol, dll. Kemudian jika pemberian
secara oral telah memungkinkan maka segera dilakukan. Karena biasanya pemberian
secara injeksi biasanya lebih mahal.
Pada lansia yang telah mengalami
proses penuaan kualitas fisik dan keadaan fisiologis tubuh mengalami perubahan.
Sehingga interaksi obat didalam tubuh sangat perlu diperhatikan. Misalnya
adalah masa otot berkurang (seperti yang sudah dijelaskan) sehingga untuk
obat-obat yang kerjanya terikat otot menjadi banyak yang beredar bebas di darah
karena tempat berikatannya kurang. Masih banyak lagi perubahan lain yang
menyangkut absorbsi obat, pengikatnya, metabolisme, bahkan eliminasinya pun
berubah seiring dengan kualitas organ yang umumnya menurun 1% pertahun.
Untuk memberi farmakoterapi bagi
lansia penting juga memperhatikan kemudahan bagi pasien lansia selain factor
patofisiologi penyakit, kausa, dan hal klinis lainnya. Lansia biasanya
didampingi anak atau anggota keluarga lainnya dalam pengobatan. Sehingga kita
juga perlu memberi edukasi pengobatan yang benar pada pendamping lansia.Tujuan
pengobatan pun harus jelas, dengan dosis yang rendah dan naik perlahan, serta
memperhatikan perilaku dan diet pasien lansia. Selain itu pasien lansia
biasanya menhgalami beberapa sakit yang dapat terjadi bersamaan. Oleh karena
itu kita harus memperhatikan interaksi obat satusama lain jangan sampai saling
menghilangkan atau malah mengakibatkan toksisitas.
Hal
yang palin penting untuk dihindari adalah polifarmasi terhadap pasien lansia.
Polifarmasi adalah penggunaan obat-obatan yang banyak tanpa dasar yang jelas
dan dapat berdampak buruk pada kesehatan pasien. Hal ini harus dibedakan dengan
multifarmasi yang bertujuan untuk mengobati menggunakan lebih dari 1 obat pada
saat yang bersamaan dengan indikasi yang jelas dan nilai ilmiah yang tepat.
No comments:
Post a Comment