System musculoskeletal meliputi tulang, persendian, otot,
tendon dan bursa. Masalah yang berhubungan dengan struktur ini sangat sering
terjadi dan mengenai semua kelompok usia. Masalah system musculoskeletal
biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap
aktivitas dan produktivitas penderita.
Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah
itu akan menurun karena berkurangnya aktivitas osteoblas namun aktivitas
osteoklas tetap normal. Secara teratur, tulang mengalami turn over yang
dilaksanakan melalui 2 proses yaitu; modeling
dan remodeling.
Adapun perubahan yang terjadi adalah...
a. Jaringan penghubung
(kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross
linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan
hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan
penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi
atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan dari
kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada
jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan.
Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada
lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok
dan berjalan, dan hambatan dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.
b. Kartilago.
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi
dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah
progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago
berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi,
jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung
mengalami fibrilasi, lekukan dan pembentukan celah. Kartilago mengalami
kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi
kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut , tetapi
juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.
Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
c. Tulang.
Pada keadaan normal, jumlah tulang yang mengalami remodeling sama dengan
yang dirusak sehingga tidak terjadi kehilangan tulang dan membentuk positively coupled, sedangkan bila
perusakan terjadi lebih banyak dibanding dengan yan dibentuk, akan menyebabkan
hilangnya masa tulang dan terbentuk negatively
coupled, hal inilah yang di alami oleh para manusia pada usia lanjut dan
tulang menjadi berpori. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang
hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca
menopouse dan pada pria diatas 80 tahun.
Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi
kembali. Sebagai akibat perubahan itu, jumlah tulang spongiosa menjadi
berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan lain yang terjadi
adalah penurunan estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali namun
disisi lain, osteoblast menurun, disertai dengan penurunan penyerapan kalsium
di usus, peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos.
d.
Otot.
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot terutama tipe II, menyebabkan laju metabolik basal dan
laju konsumsi oksigen maksimal berkurang, otot menjadi mudah lelah dan
kecepatan laju kontraksi melambat. Terjadi peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Perubahan
morfologis otot pada penuaan:
- Penurunan
jumlah serabut otot
- Atrofi pada
beberapa serabut otot dan fibril menjadi tidak teratur dan hipertropi
pada beberapa serabut otot yang lain
- Berkurangnya
30% massa otot
- Penumpukan
lipofuscin
- Peningkatan
jaringan lemak dan jaringan penghubung
- Adanya badan
sitoplasma
- Degenerasi
miofibril
- Timbulnya
bekas garis Z pada serabut otot
e. Sendi.
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago dan
jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi
degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi
kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi.
Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak
terjadi pada lansia antara lain : osteoartritis, artritis rheumatoid, gout dan
pseudogout. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri,
kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas
keseharian lainnya.
Adapun beberapa penyakit yang bisanya terjadi pada sistem
muskuloskeletal adalah :
1. FRAKTUR
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap (seluruh tulang patah) atau tidak lengkap (tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang) (Price,2006). Sedangkan, Matassrin (1997)
mendefinisikan fraktur sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
normal, terjadi ketika tekanan yang berlebihan mengenai tulang dan tidak bisa
diredam. Biasanya hal ini juga menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya
seperti kulit, jaringan subkutan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan
tendon.
Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: mekanisme direct force (dimana energi kinetik akan menekan langsung
pada atau daerah dekat fraktur) dan mekanisme
indirect force (energi kinetik akan disalurkan dari tempat terjadinya
tekanan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan).
Fraktur byasa terjadi pada daerah yang mengalami
kelemahan. Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang
dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Lalu terjadi
pembentukan hematoma pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian
dalam dari periosteum diikuti dengan kematian
jaringan tulang. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif
menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikan dengan terjadinya vasodilatasi,
edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta
infiltrasi dari sel darah putih lainnya dan berlanjut ke proses pemulihan
tulang.
2. DISLOKASI DAN SUBLOKASI
Sublokasi merujuk pada adanya deviasi hubungan yang normal
antara tulang rawan yang satu dengan yang lainnya namun masih saling
bersentuhan, dan bila sudah tidak bersentuhan maka disebut dengan dislokasi.
3. OSTEOMIELITIS
Merupakan infeksi jaringan tulang yang dapat terjadi
secara akut maupun kronik. Akut
dicirikan dengan adanya demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan
dengan cepat. Pada orang dewasa, osteomielitis dapat diawali oleh bakteri dalam
aliran darah, namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau
operasi. Sedangkan kronis adalah
akibat dari osteomielits akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomielitis
sangat resisten terhadap pengobatan dengan antibiotika karena korteks tulang
tidak memiliki pembuluh darah. Tidak cukup banyak antibody yang dapat mencapai
daerah yang terinfeksi tersebut. Infeksi tulang sangat sulit untuk dibasmi,
bahkan tindakan drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang
tepat sering tidak cukup untuk menghilangkan penyakit.
4. OSTEOARTRITIS
Merupakan gangguan pada sendi yang paling umum terjadi,
bersifat kronik, progresif lambat, tidak meradang dan ditandai oleh adanya
deteriorasi dan abrasi sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan
persendian.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita. Kondrosit
adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi.
Dengan alasan-alasan yang masih belum diketahui, pada OA, aktivitas kondroosit
meningkat, sehingga sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam namun
substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga
pembentukan tidak mengimbangi kebutuhan.
Sejumlah kecil kartilago tipe I menggantikan tipe II yang
normal, sehingga terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen
yang mengakibatkan kartilago kehilangan sifat komprebilitasnya yang unik.
Walaupun penyebab sebenarnya dari osteoarthritis tidak diketahui, proses
penuaan menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada
perkembangan osteoarthritis.
Factor-faktor yang berperan pada penyakit ini adalah
factor genetic, hormone seks dan hormone-hormon lainnya. Sendi yang paling
sering terserang adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain
lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal dan sendi falang distal dan
proksimal. Pada arthritis reumathoid, sendi falang proksimal dan sendi
metacarpal keduanya terserang, namun sendi interfalang distal tidak terlibat.
Manifestasi klinis yang muncul adalah nyeri sendi
terutama saat sendi bergerak atau menanggung beban, keterbatasan gerakan, nyeri
tekan local, pembesaran tulang disekitar sendi, sedikit efusi sendi dan
krepitasi.
5. ARTRITIS REUMATOID
Merupakan gangguan kronik yang menyerang berbagai system
organ dan salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang
diperantarai oleh imunitas. Penyakit ini
lebih banyak diderita oleh wanita dimana insidensi meningkat bersamaan dengan
penambahan usia.
Penyebab arthritis rheumatoid masih belum diketahui
walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Destruksi jaringan
sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan
enzim-enzim hidrolitik lainnya yang memecah kartilago, ligament, tendon dan
tulang pada sendi serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan
metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan synovial.
Gambaran klinis sangatlah bervariasi dan tidak harus
timbul secara sekaligus, antara lain gejala konstitusional (lelah, anoreksia,
berat badan menurun dan demam), poliartritis simetris , kekakuan dipagi hari
selama 1 jam, arthritis erosive, deformitas (kerusakan struktur penunjang sendi
meningkat dengan perjalanan penyakit, nodul-nodul rematoid (massa subkutan yang
ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita (umumnya terjadi di
olekranon atau sepanjang permukaan ekstensor), dan manifestasi ekstra-artikular
(jantung-perikarditis, paru-paru-pleuritis, mata dan kerusakan pembuluh darah.
6. GOUT
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolic, sekurang-kurangnya ada Sembilan gangguan, yang ditandai
oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat berupa primer; akibat langsung pembentukan
asam urat tubuh yang berlebihan/penurunan ekskresi asam urat, dan sekunder karena pembentukan asam urat
yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit
lain atau pemakaian obat-obatan tertentu.
Sekitar 95%kasus adalah pada laki-laki. Terdapat empat
tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati. Pertama adalah hiperurisemia
asimtomatik (peningkatan nilai asam urat 9-10 mg/dl), pada tahap ini tidak
muncul gejala-gejala. Kedua adalah
artitis gout akut, terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar
biasa (pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal dan mendorong
pasien untuk mencari pengobatan, serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan.
Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar
dari serum masih belum jelas dimengerti, serangan gout seringkali terjadi sesudah
trauma local atau rupture tofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan
peningkatan cepat konsentrasi asam urat local. Tubuh mungkin tidak dapat
mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat
diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout.
Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh leukosit, sehingga
leukosit memakan Kristal-kristal urat dan memicu respons peradangan lainnya.
Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan
Kristal asam urat, seiring dengan meningkatnya Kristal serum, maka gout juga
akan ikut berjalan secara sistemik.
Ketiga adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala
pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Tahap keempat adalah tahap gout
kronik, dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun
jika pengobatan tidak dimulai mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku, juga
penonjolan dan pembesaran sendi yang bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout
kronik akibat insolubilitas relative asam urat. Lokasi yang sering dihinggapi
tofi adalah bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah,
bursa infrapatelar dan heliks telinga. Gout dapat merusak ginjal, sehingga
ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat
terbentuk dalam interstitium medulla, papilla dan pyramid sehingga timbul
proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk
sebagai akibat sekunder dari gout.
No comments:
Post a Comment