Di dunia, ada sekitar 300 juta orang
yang mengidap asma. Hmm,,now we know that it’s not a simple disease. Sampai
saat ini terus dilakukan penelitian untuk meringankan beban pasien baik dari
segi fisik maupun ekonomi akibat asma tersebut..Kita mulai dari pengertiannya
dulu ya,. Asma merupakan inflammasi kronis dari saluran nafas, dan menjadi
penyakit yang kronis yang paling banyak ditemukan pada anak-anak (menyerang
sekitar 4.8 juta anak-anak-CDC, 1995). sebanyak 470.000 anak/tahun terpaksa
harus dirawat di rumah sakit. Lebih dari 5000 kematian akibat asma terjadi,
paling banyak terjadi pada orang kulit hitam yang berumur diantara 15-24 th.
So, we can conclude that asthma,,
·
Merupakan
inflammasi kronis dari saluran pernafasan
·
Melibatkan banyak
elemen seluler dalam prosesnya
·
Inflammasi kronis
menyebabkan hiperresponsif dari saluran nafas yang berupa wheezing, batuk,
kesulitan bernafas yang terjadi secara episodik.
Penyebabnya??
Etiologi asma masih belum sepenuhnya diketahui, yang
saat ini sudah diketahui:
·
Asma menjadi
penyakit yang diturunkan secara herediter
·
Berhubungan
dengan atopy
·
Berhubungan
dengan paparan allergen, infeksi atau senyawa kimia
·
Meningkatnya
resiko pada bayi dengan small birth size
·
Pola makan/diet
Lalu,,apa aja faktor
resikonya??
·
Host Factors:
Genetik
Atopy
Airway Responsiveness
Gender
Ras / Etnik
·
Environmental
Factors:
Indoor Allergens
Outdoor allergens
Occupational sensitizers
Asap rokok
Polusi udara
Respiratory infections
Infeksi parasit
Faktor sosial & ekonomi
Diet dan obat
Obesitas
Pathogenesis:
Singkatnya yang terjadi adalah hal2 dibawah ini,,
-Denudasi epitel dari saluran nafas
-Deposisi kollagen di membrana basalis
-Edema
-Aktivasi mast cell
-Infiltrasi sel inflammasi
-Inflammasi saluran nafas akan menyebabkan
hyperresponsiveness, airflow limitation (bronkokonstriksi, edema, pembentukan
mucus plug, remodelling dinding saluran nafas), symptoms, dan chronicity.
Penjelasannya:
Hiperaktivitas Bronchus (HRB) dianggap
sebagai dasar kejadian asma. Pada penderita Asma, paparan dengan allergen
akan menimbulkan reaksi :
·
Early
asthmatic reaction (EAR);
Berupa bronchokontstriksi segera 10-20 menit
setelah terpapar dan berlangsung 1-2 jam. Yang berperan : mast cell dan basofil, dengan
segera IgE depedent mengeluarkan berbagai mediator seperti : histamin, eosinofil
chemotactic factor (ECF), dan neutrophil chemotactic factor(NCF).
Selain bronchokonstriksi juga menimbulkan
edem dan hipersekresi mukus bronkhus yang berakibat penyempitan saluran napas.
·
Late
Asthmatic reaction (LAR);
Berupa bronchokonstriksi yang timbul lambat
4-8 jam setelah terpapar dan berlangsung 12-24 jam.
Mast cell juga dapat mengeluarkan
mediator. Newly generated mast cel associated mediators sebagai
hasil oksidasi asam arachidonat yang banyak terdapat pada membran plasma mast
cell, yaitu komponen SRS-A (slow reacting substance anaphylaxis) antara
lain : leukotrin (LTC4,LTD4, LTE4), prostaglandin (PGE2, PGF2, PGD2, PGL2), dan
tromboxan. Leukotrin tersebut merupakan bronchokonstriktor kuat
dibandingkanhistamin. Lekotrin B4 merupakan faktor kemotaktik untuk eosinofil
dan netrofil yang memegang peranan penting dalam proses inflamasi. Mediator
inilah yang menimbulkan reaksi alergi asma tipe lambat (LAR). Pada LAR, sel-sel
leukosit terutama eosinofil, neutrofil, dan makrofag terlibat dalam reaksi
lambat untuk lanjutnya menjadi proses inflamasi. Sel-sel radang ini
mengeluarkan mediator yang menyebabkan inflamasi bertambah berat dan progresif. Infiltrasi sel-sel
eosinofil dan kerusakan yang ditimbulkan oleh sel-sel tersebut pada epitel
merupakan gambaran khas dari asma. Sel eosinofil mensekresi mediator-mediator
yang merugikan misalnya : basic protein, PAF,LTC4, ISHETE.
Basic protein (Major basic protein dan eosinophil
cationic protein) bersifat toksik terhadap jalan napas yang menimbulkan
kerusakan/deskuamasi sel-sel epitel. Kerusakan ini menyebabkan :
1.
Sensitasi
pada reseptor vagus sehingga refleks vagus lebih mudah terjadi (bronchospasme)
2.
Memungkinkan
lebih banyak antigen dan mediator-mediator lain mencapai sumukosa. Limfosit
mengeluarkan mediator sebagai penyebab berlanjutnya proses peradangan.
PAF (platelet activating factor)
merupakan mediator paling kuat dalam meningkatkan HRB, PAF diproduksi oleh :
eosinofil, trombosit, makrofag, dan neutrofil dan berperan penting dalam :
·
Menarik
dan mengaktifkan sel-sel eosinofil (sel-sel eosinofil sendiri juga merupakan
penghasil PAF yang besar)
·
Perangsang
kuat untuk terjadinya kebocoran mikrovaskuler saluran napas sehingga terjadi
edema mukosa.
Ke-4 sel penghasil PAF merupakan sumber produksi PAF pada
perangsangan non-imunologik.
ü Pada infeksi : makrofag, eosinofil, dan
neutrofil merupakan penghasil PAF
ü Rangsangan endotoksin : makrofag mengeluarkan
PAF
ü Kerja fisik (exercise) dan pemberian
aspirin : trombosit mengeluarkan PAF. Keadaan ini ditemukan pada asma yang
didahului oleh infeksi,exercise-induced asthma dan asma yang
disebabkan aspirin.
Peranan PAF pada patogenesis asma dapat disimpulkan
sebagai berikut :
ü PAF merupakan mediator pada asma yang menarik
trombosit ke saluran napas.
ü Merangsang
pelepasan mediator platelet derived growth factor(PDGF) yang
dianggap penyebab hiperplasia otot polos bronchus.
ü PAF
mengaktifkan eosinofil yang akan menghasilkan MBP dan ECP yang menyebabkan
kerusakan sel-sel epitel
Kerusakan
epitel akan mengakibatkan gangguan sistem mukosilier sehingga akan muncul
gejala batuk pada penderita asma. Kerusakan epitel ditambah dengan adanya
hyperplasia otot polos bronchus akan menyebabkan otot ini lebih hiperaktif
terhadap rangsangan stimuli (HRB).
Makrofag juga berperan dalam reaksi inflamasi pada asma karena
mengsekresi berbagai mediator, misalnya :thromboxan, prostaglandin, dan PAF. Selain
allergen sebagai stimuli, makrofag dapat dipicu oleh stimuli non-allergen. Sel-sel
limfosit juga banyak ditemukan dalam saluran napas penderita asma. Limfosit B
berperan dalam produksi IgE. Limfosit T terutama berperan pada proses inflamasi
kronik, contoh Limfosit T-helper yang memproduksi IgA dan pertumbuhan sel-sel
eosinofil. Sel-sel trombosit mengeluarkan berbagai mediator seperti serotonin,
tromboxan, dan lipooksigenase. Sel-sel neutrofil terbukti berperan pada
binatang percobaan yang diberi allergen untuk menginduksi HRB tetapi peranan
sel ini pada manusia penderita asma masih belum jelas. Atopi merupakan faktor predisposisi terbanyak untuk
menyebabkan asma
§ Child Onset Asthma:
Berhubungan erat dengan atopi dan melibatkan aktivitas
IgE yang diarahkan untuk melawan antigen dari lingkungan ( housedust mites,
protein hewani, fungi, dll).
§ Adult onset asthma:
Allergen berperan sangat banyak sebagai pencetus, Non-Ig
E astma memiliki nasal polyps, sinusitis, aspirin sensitivuty, atau NSAID
sensitivity, bisa juga karena occupational exposure (biological enzyme, plastic
resin, wood dust,metal,dll).
Asma-airway limitation; Terjadi karena
bronkokonstriksi akut, airway edema, mucus plug formation, dan airway
remodelling. Limitasi saluran nafas ini dapat berlanjut menjadi airway
hyperresponsiveness, airflow limitation, respiratory symptoms, dan kronisitas
dari penyakit
Histopathology:
§ Denudasi dari epitel saluran nafas
§ Desposisi kollagen di bawah membrana basalis
§ Edema/swelling
§ Aktivasi sel mast
§ Munculnya sel-sel inflamasi yang lain
Bermacam-macam
tipe airway inflammation:
§ Akut-early recruitmet of cells
§ Subakut-sel teraktifasi untuk menyebabkan pola
inflamasi yang lebih nampak
§ Kronik-persistent level of cell damage & repair.
Menjadi abnormal change yang permanen
Goals of
asthma control:
1.
Dapat
mengendalikan gejala yang timbul
2.
Mencegah serangan
asma
3.
Menurunkan
ketergantungan terhadap obat “reliever”
4.
Tidak ada kasus
emergency yang memerlukan pertolongan dokter ataupun rumah sakit
5.
Dapat melakukan
aktivitas normal, termasuk olahraga
6.
Fungsi paru dapat
bekerja dengan baik
7.
Meminimalkan
hingga menghilangkan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat
Diagnosis
1.
History:
§ Apakah ada serangan asma maupun wheezing yang terjadi
secara recurrent?
§ Apakah pasien mengalami batuk yang cukup mengganggu,
terutama saat malam atau saat terbangun?
§ Apakah pasien
mengalami batuk setelah melakukan aktivitas fisik ataupun olahraga?
§ Apakah pasien menggunakan bronkodilator saat gejala
muncul? Apakah ada respon setelah menggunakan obat tersebut?
Jika ada jawaban “ya” dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan di atas, kemungkinan besar pasien mengidap asma
2.
Physical exam
§ Wheezing-suara dengan nada tinggi yang muncul saat
expirasi. Dapt didengarkan tanpa stetoskop
§ Dyspnea
§ Jika tidak ditemukan gejala-gejala seperti yang
disebutkan diatas, belum tentu pasien tidak mengidap asma
3. Measurements
of lung functions
Penilaian terhadap fungsi
paru memberikan gambaran kepada kita mengenai keparahan/severity,
reversibility, dan variabilitas dari airflow limitation, dan membantu
mengkonfirmasi diagnosis dari asma
Alat yang biasa digunakan untuk Lung Function Test
adalah spirometer.
Pharmacotheraphy:
1. Mild
Intermitten:
§ Inhalasi short acting bila perlu, 3-4 kali sehari,
§ Belum memerlukan terapi controller
2. Mild persistent:
§ Inhalasi short acting b2 antagonist bila perlu 3-4
kali sehari,
§ Inhalasi glucocorticoid (≤500µg BDP atau equivalent),
§ Alternatif: teofilin sustain release atau leukotrine
modifier
3. Moderate persistent:
§ Inhalasi short-acting B2
antagonis bila perlu 3-4 kali per hari,
§ Inhalasi glucocorticoid
(200-1000 μg BDP atau equivalen) plus inhalasi long-acting B2 antagonis,
§ Alternative : inhalasi
500-1000 μg BDP atau equivalent plus teofilin sustein release atau inhalasi
500-1000 mg BDP atau equivalent plus oral long-acting B2 antagonis atau inhalasi > 1000 mg BDP
atau equivalent atau Inhalasi 500-1000
mg BDP atau equivalent plus leukotrient modifier
4. Severe Persistent;
§ Inhalasi short-acting B2
antagonis bila perlu 3-4 kali perhari ,
§ Inhalasi > 1000 μg BDP atau equivalent plus inhalasi long-acting B2 antagonis , pLus
§ Satu atau lebih dari : - Teofilin
sustein release
- Leukotrien modifier
-Oral long –acting B2 antagonis
- Oral glococorticoid
v Short-acting B2 agonis
§ Nebulizer
§ MDI dengan spacer
§ Pelarut isotonik magnesium
lebih baik dibanding normal saline.
§ Bila inhalasi tidak tersedia
, oral B2 agonis sebagai alternative
§ Diberikan mula-mula kontinu,
terapi dilanjutkan on demand atau tiap 4 jam.
v Ipratrapium Bromide
§ Nebulizer bersama B2 agonis
memberikan efikasi lebih baik.
v Methylxanthine
§ Bronchodilatornya eqivalent
dengan B2 agonis
§ Hanya sebagai alternative
karena efek sampingnya lebih besar.
v Systemic glucocorticoid
§ Diberikan pada semua
klasifikasi eksaserbasi terutama :
§ initial terapi kurang segera
berespon
§ Penderita telah menggunakan
oral glucocorticoid
§ Eksaserbasi sebelumnya
membutuhkan oral glucocorticoid
§ Bentuk oral setara dengan
bentuk injeksi
§ Dosis 60-80 mg methyl
prednisolon / hari atau 300 –400 mg hydrocortison / hari adekuat untuk pasien
hospitalisasi.
§ Pada anak diberikan 1
mg/kgBB/hari
§ Dewasa diberikan selama
10-14 hari dan anak 3-5 hari.
v Inhalasi
glucocorticoid
Pemberian
prednison dan inhalasi Budesonide mempunyai relaps rate lebih rendah dibanding
diberikan prednison saja pada pasien yang telah didischarge dari emergency room
(UGD). High dose inhalasi glucocorticoid (2,4 mg bodesonide / hari terbagi 4
dosis) mempunyai relaps rate yang serupa dengan prednison 40 mg/hari
v Kriteria discharge dari UGD
§ Pasien pretreatment PEF atau
FEV1 < 25% prediksi atau personal
best atau post treatment FEV1 atau PEF
< 40% prediksi atau personal best membutuhkan perawatan rumah sakit
(admission).
§ Pasien dengan FEV1 atau PEF
>60% pada post treatment aman didischarge sedang bila PEF 40-60% prediksi
atau personal best dapat didischarge dengan monitor lebih ketat.
v Kriteria
perlu perawatan ICU
§ Severe asthma dengan respon
terapi yang buruk atau terjadi pemburukan walaupun terapi telah adekuat.
§ Gangguan kesadaran atau
impending respiratory arrest
§ Impending respiratory arrest
:Pa O2 < 60 mm Hg dan atau PCO2 > 45 mm Hg
No comments:
Post a Comment