Sindrom metabolik
adalah sekumpulan berbagai faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan
terkait akan terjadinya aterosklerosis. Sindrom metabolik punya beberapa nama
keren yang cukup banyak, seperti sindrom X, sindrom reaven, dll. Kriteria
seseorang dikatakan mengalami metabolik menurut WHO adalah :
·
Tekanan
darahnya > 160/90 mmHg
·
Level
TG > 1.7 mmol/L dan penurunan level HDL-C <0.9 mmol/L
·
Central
Obesity dengan WHR (waist hip ratio) >0.9 untuk laki-laki dan > 0.8 untuk
perempuan atau BMI > 30 kg/m2
·
Mikroalbuminuria
>20 µg min
·
Mengalami
resistensi insulin atau dm tipe 2
Banyak yang
mengatakan sindrom metabolik sangat berhubungan dengan resistensi insulin.
Seseorang dikatakan resistensi insulin jika mengakami hiperinsulinemia lebih
dari quartil tertinggi penduduk > 75 % ditambah 2 atau lebih dari:
·
Obesitas
central ( laki2 : waist circ > 94 cm
dan wanita : >80 cm)
·
Dislipidemia
( TG > 180 mg/dL atau HDL-C < 40 mg/dL)
·
Tekanan
darah > 140/9
·
FBG
(fasting blood glucose) > 110 mg/dL
Banyak sekali
kriteria-kriteria untuk diagnosis sindrom metabolik, tetapi yang banyak dipakai
adalah kriteria dari NCEP ATP III (national cholesterol education program adult
treatment panel III) yang menyebutkan harus ada 3 atau lebih dari faktor resiko
sebagai berikut:
·
Central
Obesity Waist Circ laki2 > 102 cm dan perempuan > 88 cm
·
TG
> 150 mg/dL
·
HDL-C
laki2 <40 mg/dL dan wanita < 50 mg/dL
·
BP
>130/85 mmHg
·
FBG
> 110 mg/dL
Resistensi insulin
sangat berpengaruh dalam terjadinya metabolik sindrom. Insulin sendiri
mempunyai fungsi sebagai transport glukosa ke dalam sel. Apabila insulin tidak
bekerja maksimal, keseimbangan glukosa dan metebolisme selular juga akan
terganggu. Level glukosa sendiri diatur oleh beberapa mekanisme seperti lewat
absorbsi intestinal, glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hepar,
glukoneogeneisi yang terjadi di ginjal dan usus kecil, klirens glukosa yang
dilakukan oleh otot skelet, jaringan lemak, dan hati. Untuk membantu kerja
inusin, dibutuhkan adanya insulin
reseptor yang merupakan suatu tirosin kinase. Efek kerja insulin selain
untuk uptake glukosa adalah sebagai asam amino dan transpor lipid, mengatur
sintesis dan degradasi berbagai macam protein dan mRNA yang spesifik,
berpengaruh dalam proses pertumbuhan sel dan diferensiasi.
Ada suatu zat yang
secara struktural homolog dengan insulin. Yaitu IGF (insulinlike growth
factor). Reseptor dari IGF ini dapat memediasi proses metabolik yang mirip
dengan insulin reseptor. Insulin dapat berikatan dengan reseptor IGF dengan
cara mengurangi afinitasnya. Sebenarnya resistensi insulin merupakan suatu
proses fisiologis yang di desain untuk mengatur homeostasis energi, menyediakan
glukosa ke semua sel yang dibutuhkan pada kondisi-kondisi tertentu (seperti
pubertas, kehamilan, aging, LBW). Tetapi dalam kondisi patologis dapat
mengalami kelainan-kelainan metabolik yang serius.
Untuk mengetahui
seseorang mengalami resistensi insulin atau tidak, dapat dilakukan beberapa
assessment yaitu dengan mengukur level insulin saat puasa atau setelah OGTT
(oral glucose tolerance test) atau mengukur glukosa plasma setelah pemberian
i.v insulin. Ada model minimal analisis kinetik yang dapat melakukan assessment
resistensi insulin, yaitu dengan HOMA IR atau CIGMA. Tetapi yang menjadi gold
standar adalah CLAMP TECHNIQUE, salah satu kendala menggunakan teknik ini
adalah biaya yang masih mahal. Resistensi insulin ini sangat erat kaitannya
dengan central obesity, seperti yang telah kita ketahui bahwa ternyata
adipocyte merupakan suatu organ endokrin yang bisa menghasilkan
substansi-substansi tertentu untuk meregulasi fungsi tubuh. Adipocyte merupakan
kelenjar endokrin yang penting untuk mensekresikan hormon, sitokin, vasoaktif,
dan peptida lainnya.
Lemak central atau
pada viscera menghasilkan sedikt adiponektin, fungsi adiponektin itu sendiri
adalah untuk menurunkan kadar Tg dan meningkatakn oksidasi asam lemak bebas,
dan meningkatkan resistensi insulin. Penurunan efek dari adiponektin dapat
membuat reistensi insulin, sedangkan sitokin2 yang dihasilkan pada lemak
sentral menginduksi terjadinya respon inflamasi. Akumulasi jaringan lemak di
visceral, hepar dan otot skelet menyebabkan penurunan sensitivitas aksi insulin
pada jaringan ini, sebagai akibatnya output glukosa liver meningkat dan uptake
glukosa oleh otot skelet menurun. NEFA (non esterified fatty acid) yang
dihaslikan jaringan lemak juga menyebabkan destruksi sel beta pankreas,
sehingga produksi insulin juga terganggu.
Leptin yang juga
dihasilkan oleh jar. Lemak pada lemak subcutan memberikan efek yang positif
terhadap sensitivitas insulin. Leptin juga menurunkan level TG dan meningkatkan
sekresi insulin. Selian itu leptin juga menginduksi lipolisis dan menurunkan
lipogenesis. Untuk itu, manajemen life style untuk mencegah terjadinya sindrom
metabolik penting dilakukan selain manajemen secara farmakologis. Apabila
pasien datang dengan kondisi obesitas, pasien dianjurakn untuk mengatur diet
nya dan meningkatkan exercise agar menurunkan berat badan dan lemak di central
nya. Disamping itu, target primer terapi untuk metabolik sindrom adalah
menurunkan kadar LDL-C, jadi dapat diikuti oleh terapi farmakologis dengan
target terapi LDL-C nya. Latihan yang teratur dan diet yang terkontrok dapat
menurunkan tekanan darah pasien, dapat dikonsultasikan dengan ahli gizi untuk
pemilihan dan pengaturan makanannya.
No comments:
Post a Comment