Infeksi Menular Seksual (IMS)

IMS adalah penyakit yang penularan utamanya melalui hubungan seksual, baik vaginal, anal, dan oral. WHO mencatat, pada tahun 1999, terdapat 340 juta kasus baru untuk kelompok usia 15-49 tahun. Angka tertinggi ditempati oleh Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, dan Karibia. IMS terdiri atas 2 tipe:
1. Tipe Discharge: HIV, gonorrhea (62,35 juta infeksi, sebagian besar perempuan), Klamidia (92 juta infeksi, 50 juta perempuan), dan Trichomoniasis
2. Tipe Ulkus: Herpes genitalia, sifilis, dan Human Papilloma Virus (HPV)
Selain penyakit-penakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, ada pula penyakit yang ditularkan dengan transfusi dan Injected Drug , yaitu Hepatitis B & C . Virus Hepatitis memiliki relevansi dengan HIV, diantaranya adalah keduanya memiliki jalur penularan yang sama, resiko hepatotoksisitas lebih tinggi, end stage liver disease (ESLD) lebih banyak dijumpai, obat yang sama digunakan pada hepatitis maupun HIV, dan prevalensi HBe negatif cenderung lebih rendah.

A.      Hepatitis B
Distribusi Penyakit
Tersebar di seluruh dunia; endemis dengan variasi musiman. WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi oleh HBV (termasuk 350 juta dengan infeksi kronis). Setiap tahun sekitar 1 juta orang meningal akibat infeksi HBV dan lebih dari 4 juta kasus klinis akut terjadi. Di negara dimana HBV endemis tinggi (prevalensi HBsAg berkisar diatas 8%), infeksi biasanya terjadi pada semua golongan umur, meskipun angka infeksi kronis tinggi terutama disebabkan karena terjadi penularan selama kehamilan dan pada masa bayi dan anak-anak. Di negara-negara dengan endemisitas yang rendah (prevalensi HBsAg kurang dari 2%), sebagian besar infeksi terjadi pada dewasa muda, khususnya diantara orang yang diketahui sebagai kelompok risiko. Namun, walaupun di negara dengan endemisitas HBV rendah, proporsi infeksi kronis yang tinggi mungkin didapat selama masa anak-anak oleh karena perkembangan menjadi infeksi kronis sangat tergantung dengan umur. Sebagian besar infeksi tersebut tidak akan dapat dicegah dengan program imunisasi hepatitis B perinatal oleh karena infeksi terjadi pada anak-anak yang ibunya mempunyai HBsAg negatif.
Dahulu sebelum dilakukan skrining terhadap darah donor, penderita yang menerima darah dari donor carrier hepatitis B, risiko mereka tertulari sangat tinggi. Namun sekarang sebagian besar negara-negara didunia menyediakan fasilitas skrining untuk HbsAg terhadap darah donor sebelum diberikan kepada penderita yang memerlukan. Skrining ini wajib dilakukan terhadap darah donor. Begitu pula terhadap faktor pembekuan darah (terutama faktor antihemofili) diproses terlebih dulu untuk membunuh virus sebelum di pooled untuk sewaktu waktu diberikan kepada penderita yang membutuhkan. Dengan demikian risiko penderita yang menerima darah dan produk darah dari donor tertulari virus hepatitis B boleh dikatakan tidak ada. Namun risiko ini masih tetap tinggi disebagian negara berkembang. Penggunaan semprit dan jarum suntik yang tidak steril diklinik-klinik dan rumah sakit dapat menyebabkan terjadinya KLB hepatitis B. Saat ini, penggunaan alat suntik yang tidak steril sebagai cara penularan hepatitis B yang mencemaskan didunia. Pernah juga dilaporkan penularan hepatitsi B terjadi di klinik akupungtur dan tempat-tempat tattoo.
Jarang sekali terjadi penularan dari petugas kesehatan pengidap dilaporkan terjadi pada penderita hemodialisis dipusat-pusat hemodialisis. Hal ini terjadi oleh karena standard pencegahan penularan penyakit-penyakit infeksi melalui darah dilaksanakan dengan baik.


Identifikasi
Hanya sedikit saja dari mereka yang terinfeksi hepatitis B (HBV) akut yang menunjukkan gejala klinis; kurang dari 10% pada anak-anak dan 30%-50% pada orang dewasa dengan infeksi virus hepatitis b (HBV) akut akan berkembang menjadi penyakit dengan icteric. Pada penderita yang menunjukkan gejala klinis, timbulnya gejala biasanya insidious, dengan anorexia, gangguan abdominal yang samar-samar, mual dan muntah, kadang-kadang disertai arthralgia dan rash, dan sering berkembang menjadi jaundice. Demam mungkin tidak ada atau ringan. Spektrum penyakit dari kasus tanpa gejala klinis yang jelas dan hanya diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati sampai dengan kasus hepatitis fulminan yaitu kasus fatal dengan nekrosis hati akut. CFR pada pasien yang dirawat sekitar 1%; lebih tinggi pada mereka yang berusia 40 tahun keatas. Infeksi HBV fulminan juga pernah terjadi pada wanita hamil dan pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Infeksi HBV kronis ditemukan pada sekitar 0,5% dari orang dewasa di Amerika Utara dan sekitar 0,1%-20% penduduk dari bagian lain di dunia. Setelah terjadi infeksi HBV akut, maka risiko akan berkembang menjadi infeksi kronis berbanding terbalik dengan usia; infeksi kronis HBV terjadi sekitar 90% pada bayi yang terinfeksi waktu proses kelahiran, 0%-50% pada anak-anak yang terinfeksi pada usia 1-5 tahun dan sekitar 1%-10% pada orang yang terinfeksi pada anak-anak usia yang lebih tua dan dewasa. Infeksi HBV kronis juga dapat terjadi pada orang dengan imunodefisiensi. Mereka yang mengalami infeksi HBV kronis mungkin saja tidak ada riwayat hepatitis secara klinis. Sekitar 1/3 dari penderita menunjukkan adanya peningkatan aminotransferase, biopsi yang dilakukan menunjukkan hasil normal sampai dengan hepatitis aktif kronis, dengan atau tanpa cirrhosis. Prognosa penyakit hati berbeda untuk tiap individu. Diperkirakan 15%-25% orang dengan infeksi HBV kronis akan meninggal lebih awal dengan cirrhosis atau carcinoma hepatocellular. HBV mungkin sebagai akibat sampai 80% dari semua kasus carcinoma hepatocellular didunia, merupakan urutan kedua penyebab kanker pada manusia sebagai akibat tembakau.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya antigen dan atau antibodi spesifik pada serum. Ada tiga bentuk sistem antigen-antibodi yang sangat bermanfaat secara klinis yang ditemukan pada infeksi hepatitis B yaitu : 1) antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dan antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs); 2) antigen core hepatitis B(HBcAg) dan antibodi terhadap HBcAg (anti-HBc); dan 3) antigen e hepatitis B (HBeAg) dan atibodi terhadap HBeAg (anti-HBe). Perangkat komersial (RIA dan ELISA) tersedia dipasaran untuk pemeriksaan semua hep. B marker tersebut kecuali HBcAg. HBsAg dapat ditemukan pada serum beberapa minggu sebelum timbulnya gejala sampai dengan beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan setelah timbulnya gejala; pada penderita infeksi kronis bertahan seumur hidup. Anti-HBc muncul pada saat timbul gejala sakit dan lamanya bertahan tidak diketahui. Ditemukannya anti-HBc dalam serum sebagai pertanda bahwa infeksi HBV terjadi pada saat ini atau pada masa lalu; IgM anti-HBc muncul dengan titer yang tinggi selama infeksi akut dan biasanya menghilang setelah 6 bulan, meskipun IgM anti HBc ini bertahan pada sebagian kasus hepatitis kronis; oleh karena itu, pemeriksaan marker ini cukup dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa infeksi HBV akut. HBsAg muncul dalam serum selama infeksi akut dan tetap ditemukan selama infeksi kronis. Ditemukannya HBsAg dalam darah menunjukkan bahwa orang tersebut potensial untuk menularkan. Ditemukannya HBeAg artinya orang tersebut sangat menular.

Penularan
Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya penularan HBV antara lain darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal, peritoneal, pleural, cairan pericardial dan synovial; cairan amniotik, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas. Ditemukannya antigen e atau DNA virus menunjukkan bahwa titer virus dalam tubuh orang tersebut tinggi dan tingkat penularan lebih tinggi pada cairan tersebut. Penularan dapat terjadi perkutan (IV, IM, SC atau intradermal) dan terjadi pemajanan permukosal apabila terjadi pemajanan terhadap cairan tubuh yang infeksius. Oleh karena HBV dapat tahan hidup pada permukaan lingkungan paling sedikit selama 7 hari, inokulasi tidak langsung HBV dapat juga terjadi melalui obyek tersebut. Penularan fekal-oral atau melalui vector belum terbukti.
Cara penularan HBV yang paling sering terjadi antara lain meliputi kontak seksual atau kontak rumah tangga dengan seseorang yang tertular, penularan perinatal terjadi dari ibu kepada bayinya, penggunaan alat suntik pada para pecandu obat-obatan terlarang dan melalui pajanan nosokomial di rumah sakit. Penularan seksual dari pria yang terinfeksi kepada wanita sekitar 3 kali lebih cepat daripada penularan pada wanita yang terinfeksi kepada pria. Hubungan seksual melalui anal, baik penerima maupun pemberi, mempunyai risiko sama terjadinya infeksi. Penularan HBV di antara anggota rumah tangga terutama terjadi dari anak ke anak. Secara umum, kadang-kadang penggunaan pisau cukur dan sikat gigi bersama dapat sebagai perantara penularan HBV.
Penularan perinatal biasa terjadi pada saat ibu pengidap HBV dengan positif HBeAg. Angka penularan dari ibu yang postif HBsAg, dan juga dengan HBeAg positif adalah lebih dari 70%, dan angka penularan untuk ibu yang positif HBsAg , dengan HBeAg negatif adalah kurang dari 10%. Penularan yang dikaitkan dengan penggunaan obat suntik para pecandu Napza dapat terjadi melalui darah yang tercemar HBV melalui alat suntik yang dipakai bersama baik secara langsung melalui alat suntik atau karena kontaminasi perlengkapan untuk menyiapkan obat. Pajanan nosokomial yang mengakibatkan terjadinya penularan HBV termasuk melalui transfusi darah atau poduk darah, hemodialisa, akupunktur dan karena tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja atau luka lain yang disebabkan karena tertusuk peralatan yang tajam adalah cara-cara penularan yang dilakukan oleh petugas rumah sakit. IG, fraksi protein plasma yang dilakukan pemanasan, albumin dan fibrinolisin dianggap aman untuk diberikan.

Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 45 – 180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang sekali sampai selama 6-9 bulan; perbedaan masa inkubasi tersebut dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus dalam inoculum dan cara-cara penularan.



Masa Penularan
Semua orang dengan HBsAg positif berpotensi untuk menular. Darah dari sukarelawan yang diinfeksi secara sengaja menjadi infektif beberapa minggu sebelum timbulnya gejala pertama dan tetap infektif selama perjalanan klinis akut dari penyakit tersebut. Tingkat penularan pada sesorang yang mengalami infeksi kronis berbeda mulai dari sangat menular (positif HBeAg) sampai dengan infeksius ringan (positif anti-HBe).
Semua orang rentan terhadap infeksi umum. Biasanya penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) dan HBsAg negatif. Seseorang dengan sindroma Down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV dan mereka yang sedang menunjukkan hemodialisis lebih mudah menderita infeksi kronis.

Vaksin
Vaksin hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat tetapi masih digunakan secara luas. Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG) dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.


B.       Hepatitis C
Identifikasi
Perjalanan penyakit ini biasanya insidious, gejalanya biasanya disertai dengan anoreksia, gangguan abdominal tidak jelas, mual dan muntah-muntah, berlanjut menjadi icterus (jaundice) lebih jarang jika dibandingkan dengan hepatitis B. Meskipun infeksi pertama mungkin asimtomatis (lebih dari 90% kasus) atau ringan, namun sebagian besar (diantara 50% dan 80%) akan menjadi kronis. Pada orang yang mengalami infeksi kronis, sekitar separuh dapat berkembang menjadi cirrhosis atau kanker hati. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya antibodi virus hepatitis C (anti-HCV). Pada akhir tahun 1990, hanya ada satu cara pemeriksaan untuk penegakan diagnosis infeksi HCV yang diizinkan di Amerika Serikat yaitu cara pemeriksaan untuk melihat titer anti- HVC. Cara pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya anti-HCV pada lebih dari 97% pasien yang terinfeksi, namun teknik pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut, kronis atau dalam proses penyembuhan.
Sebagaimana halnya suatu tes skrining maka nilai prediktif positif daripada EIA untuk mendeteksi anti-HCV sangat bervariasi tergantung pada prevalensi infeksi di masyarakat, apabila prevalensi HCV lebih rendah dari 10% maka nilai produktifnya rendah. Pemeriksaan lain yang lebih spesifik adalah dengan RIBATM (Recombinant Immunoblot assay) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan spesimen dengan EIA dengan hasil positif terbatas pada spesimen dengan hasil positif semu. Dengan pemeriksaan tambahan (supplemental test) ini hasilnya bisa positif, negatif atau meragukan. Orang dikatakan anti HCV positif apabila hasil tes serologis EIAnya positif dan tes supplement juga positif. Orang dengan hasil tes EIA negatif atau EIA positif tetapi hasil tes suplement negatif, orang ini dianggap tidak terinfeksi kecuali kalau ada bukti-bukti lain yang menjadi indikasi bahwa orang tersebut terinfeksi HCV (misalnya kadar ALT abnormal pada orang dengan immunocompromised atau pada orang dengan penyakit hati tanpa sebab yang jelas).

Sumber Infeksi
Virus hepatitis C adalah virus RNA dengan envelope, diklasifikasikan kedalam genus berbeda (Hepacavirus) dari familia Flaviviridae. Paling sedikit ada 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui saat ini. Tidak banyak yang diketahui mengenai perbedaan gejala klinis, perjalanan penyakit sampai terjadi sirosis atau terjadi kanker hati pada orang yang terinfeksi oleh genotipe yang berbeda. Namun yang diketahui berbeda adalah respons dari HCV dengan genotipe yang berbeda terhadap terapi antiviral.

Distribusi Penyakit
Tersebar diseluruh dunia. Prevalensi HCV berhubungan langsung dengan prevalensi orang yang menggunakan jarum suntik bersama dikalangan para pecandu obat terlarang dan prevalensi kebiasaan penggunaan alat suntik yang tidak steril ditempat pelayanan kesehatan. Menurut WHO, pada akhir tahun 1990 an diperkirakan 1% penduduk dunia terinfeksi oleh HCV. Di Eropa dan Amerika Utara prevalensi hepatiis C sekitar 0,5% sampai dengan 2,4%; dibeberapa tempat di Afrika prevalensinya mencapai 4%. Hampir 1,5 juta orang terinfeksi oleh HCV di Eropa dan sekitar 4 juta orang di Amerika Serikat. Cara penularan HCV yang paling umum adalah secara parenteral. Penularan melalui hubungan seksual pernah dilaporkan terjadi, namum kurang efisien jika dibandingkan dengan penularan melalui cara parenteral.

Masa Inkubasi dan Penularan
Berkisar antara 2 minggu sampai dengan 6 bulan; biasanya 6-9 minggu. Infeksi kronis dapat berlangsung lama sampai dengan 20 tahun sebelum timbulnya gejala cirrhosis atau hepatoma. Penularan terjadi dalam seminggu atau lebih sebelum timbulnya gejala klinis pertama, penularan dapat berlangsung lama pada kebanyakan orang. Puncak konsentrasi virus dalam darah mempunyai koreksi dengan puncak aktivitas ALT. Semua orang rentan terhadap infeksi. Tingkat kekebalan yang timbul setelah infeksi tidak diketahui; infeksi ulang oleh HCV ditemukan pada model dengan binatang percobaan simpanse.


Pemberantasan Penyakit
A. Upaya Pencegahan
 Langkah-langkah penanggulangan secara umum terhadap infeksi HBV berlaku juga untuk HCV (lihat bagian II, 9A). Pemberian IG profilaksis tidak efektif. Pada kegiatan operasional di bank darah, seluruh darah donor harus diskrining secara rutin terhadap anti-HCV. Selanjutnya, semua donor dengan kadar enzyme hati yang meningkat dan orang-orang yang positif anti-HBC tidak boleh menjadi donor. Lakukan inaktivasi virus terhadap produk dari plasma, berikan konseling cara-cara mengurangi risiko untuk orang yang belum tertulari tetapi berisiko tinggi (sebagai contoh petugas pada pelayanan kesehatan) dan pertahankan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.

 B. Pananganan penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
 Upaya pemberantasan yang dilakukan terhadap HBV berlaku juga untuk HCV. Data yang ada menunjukkan bahwa tindakan profilaksis pasca pajanan dengan IG tidak efektif dalam pencegahan infeksi. Pengobatan dengan alpha interferon memberi hasil yang baik pada sekitar 25% kasus hepatitis C kronis; pemberian kortikosteroid dan acyclovir tidak efektif. Penelitian yang dilakukan pada penderita yang diberi kombinasi ribavirin dan interferon memberikan hasil yang baik secara bermakna dengan angka response berkelanjutan mencapai 40% -50%. Namun, kedua cara pengobatan tersebut menimbulkan efek samping cukup signifikan yang memerlukan monitoring secara ketat. Ribavirin bersifat teratogenik; sehingga seorang ibu tidak boleh hamil selama dilakukan pengobatan.

Pencegahan IMS, HIV, dan Hepatitis
A= Abstinence
B= Be loyal
C= Condom Use
D= no Drugs
Menurut WHO (2008), dikatakan bahwa kondom dapat menurunkan angkan kehamilan dari 10-14% menjadi 2-3%. Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badiaga, dkk, 2008, terbukti kondom menurunkan angka penularan HIV dan Hepatitis

Referensi:

1. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17, tahun 2000

Anda sedang membaca artikel tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) dan anda bisa menemukan artikel Infeksi Menular Seksual (IMS) ini dengan url http://mantankoas.blogspot.com/2016/04/infeksi-menular-seksual-ims.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Infeksi Menular Seksual (IMS) ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai sumbernya.

No comments:

Post a Comment